Rabu, 06 Januari 2010

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN AKTIF, KREATIF, EFEKTIF DAN MENYENANGKAN (PAKEM)



Penelitian ini bertujuan untuk memotret Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) ditinjau dari : a) Bagaimana peran guru dan siswanya, b) Bagaimana kurikulumnya, c) Bagaimana strategi pembelajarannya, d) Bagaimana media pembelajarannya, e) Bagaimana cara evaluasinya; Hasil yang dicapai pada Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD Negeri I Wonogiri dan Kendala yang dihadapi dalam Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD Negeri I Wonogiri.Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif naturalistic. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, analisis datanya bersifat induktif, hasil penelitiannya lebih menekankan makna daripada generalisasi. Data dikumpulkan dari populasi yang ada di SD Negeri I Wonogiri seperti kepala sekolah, guru dan siswa. Pengumpulan data dilakukan dengan sampel seperti Kepala Sekolah, 5 orang guru dan 2 siswa kelas atas. Adapun teknik pengambilan sampel dipergunakan teknik sampling bertujuan (purposive sampling technique). Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu : 1) teknik observasi, 2) wawancara mendalam (in depth interviewing), 3) analisis dokumen.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa : 1) peran guru sangat sedikit sebagai fasilitator dan moderator, peran siswa aktif bertanya, mengemukakan gagasan, merancang (membuat sesuatu), 2) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang digunakan di sekolah memberikan kemudahan, keleluasaan maupun kebebasan dalam melaksanakan PAKEM dalam pembelajaran, 3) strategi pembelajarannya terdiri dari : a) kegiatan pra instruksional, b) kegiatan instruksional, c) penilaian dan tindak lanjut, 4) media pembelajaran yang digunakan adalah media sekolah dan lingkungan siswa, 5) evaluasi yang dilaksanakan adalah penilaian proses, ulangan harian, mid semester, semester dan ujian sekolah, 6) pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan oleh guru kelas masing-masing.
Hasil yang dicapai pada Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD Negeri I Wonogiri yaitu bahwa proses pembelajaran yang menggunakan PAKEM ternyata dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga prestasi siswa selalu meningkat baik ujian, pencapaian kejuaraan baik akademik maupun non akademik. Kendala yang dihadapi dalam Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) di SD Negeri I Wonogiri antara lain : 1) hambatan pengelolaan, b) hambatan kesiapan guru, c) hambatan pemanfaatan media, d) hambatan waktu, e) hambatan lingkungan.
Implementasi Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) perlu dikembangkan dan ditindak lanjuti di sekolah-sekolah dasar baik melalui penataran atau pelatihan-pelatihan. Dan hendaknya dalam melaksanakan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) dilaksanakan oleh seluruh guru baik guru kelas maupun guru mata pelajaran.

Bagaimana Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan ?

Bagaimana Menciptakan
Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan ?




Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Oleh karena itu, untuk menciptakan pembelajaran yang kreatif dan menyenangkan diperlukan berbagai ketrampilan, diantaranya adalah ketrampilan membelajarkan atau ketrampilan mengajar. Ketrampilan mengajar merupakan kompetensi profesional yang cukup kompleks, sebagai integrasi dari berbagai kompetensi guru secara utuh dan menyeluruh. Ada 8 ketrampilan mengajar yang sangat berperan dan menentukan kualitas pembelajaran, yaitu:
(1) Ketrampilan bertanya sangat perlu dikuasai guru untuk menciptakan pembelajaran yang efektif dan menyenangkan, karena hampir dalam setiap tahap pembelajaran guru dituntut untuyk mengajukan pertanyaan, dan kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.
(2) Penguatan merupakan respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut. Penguatan bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap pembelajaran, merangsang dan meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kegiatan belajar, dan membina perilaku yang produktif.
(3) Mengadakan variasi merupakan ketrampilan yang harus dikuasai guru yang bertujuan untuk meningkatkan perhatian peserta didik terhadap materi standar yang relevan, memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat peserta didik terhadap berbagai hal baru dalam pembelajaran, memupuk perilaku positif peserta didik dalam pembelajaran, serta memberi kesempatan kepada peserta didik untuk belajar sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuannya. Variasi dapat dilakukan pada gaya mengajar, penggunaan media dan sumber belajar, pola interaksi, dan variasi dalam kegiatan pembelajaran.
(4) Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, fakta, dan data sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Penjelasan dapat diberikan selama pembelajaran, baik di awal, di tengah, maupun di akhir pembelajaran. Penjelasan harus bermakna dan menarik perhatian peserta didik dan sesuai dengan materi standar dan kompetensi dasar. Penjelasan dapat diberikan untuk menjawab pertanyaan peserta didik dan harus sesuai dengan latar belakang dan tingkat kemampuan peserta didik.
(5) Membuka dan menutup pelajaran merupakan dua kegiatan rutin yang dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri pelajaran. Membuka dan menutup pelajaran yang dilakukan secara profesional akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan pembelajaran diataranya adalah membangkitkan motivasi belajar, siswa memiliki kejelasan mengenai tugas-tugas yang harus dikerjakan, siswa memperoleh gambaran yang jelas mengenai pembelajaran yang akan berlangsung, siswa memahami hubungan antara pengalaman belajar yang telah dimiliki sebelumnya dengan hal-hal baru yang akan dipelajari, siswa dapat menghubungkan konsep-konsep atau genelalisasi dalam suatu peristiwa pembelajaran. Pada akhirnya siswa mengetahui tingkat keberhasilannya terhadap materi yang dipelajari dan guru dapat mengetahui tingkat keberhasilan atau efektifitas kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan.
(6) Membimbing diskusi kelompok kecil yang bermanfaat agar siswa dapat berbagi informasi dan pengalaman dalam pemecahan suatu masalah, meningkatkan pemahaman terhadap masalah yang penting dalam pembelajaran, meningkatkan ketrampilan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan, mengembangkan kemampuan berfikir dan berkomunikasi, membina kerjasama yang sehat dalam kelompok yang kohesif dan bertanggung jawab.
(7) Mengelola kelas merupakan keterampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kondusif, dan mengendalikannya jika terjadi gangguan dalam pembelajaran. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas adalah kehangatan dan keantusiasan, tantangan, variasi, fleksibel, penekanan pada hal-hal positif, dan penanaman disiplin diri. Komponen keterampilan mengelola kelas adalah penciptaan dan pemeliharaan iklim pembelajaran yang optimal, keterampilan yang berhubungan dengan pengendalian kondisi belajar yang optimal, pengelolaan kelompok dengan cara peningkatan kerjasama dan keterlibatan siswa dan menangani konflik dan memperkecil masalah yang timbul, serta menemukan dan mengatasi perilaku yang menimbulkan masalah.
(8) Mengajar kelompok kecil dan perorangan merupakan suatu bentuk pembelajaran yang memungkinkan guru memberikan perhatian terhadap setiap peserta didik, dan menjalin hubungan yang lebih akrab antara guru dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan peserta didik. Khusus dalam melakukan pembelajaran perorangan perlu diperhatikan kemampuan dan kematangan berfikir peserta didik, agar apa yang disampaikan bisa diserap dan diterima oleh peserta didik.
Penguasaan terhadap semua ketrampilan mengajar di atas harus utuh dan terintegrasi, sehingga diperlukan latihan yang sistematis, misalnya melalui pembelajaran mikro.

PEMBELAJARAN KUANTUM SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN

PEMBELAJARAN KUANTUM SEBAGAI MODEL PEMBELAJARAN YANG MENYENANGKAN

Oleh Yenny eka herlin b.m

Hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran berbagai bidang studi terbukti selalu kurang memuaskan berbagai pihak (yang berkepentingan – stakeholder). Hal tersebut setidak-tidaknya disebabkan oleh tiga hal. Pertama, perkembangan kebutuhan dan aktivitas berbagai bidang kehidupan selalu meninggalkan proses/hasil kerja lembaga pendidikan atau melaju lebih dahulu daripada proses pengajaran dan pembelajaran sehingga hasil-hasil pengajaran dan pembelajaran tidak cocok/pas dengan kenyataan kehidupan yang diarungi oleh siswa. Kedua, pandangan-pandangan dan temuan-temuan kajian (yang baru) dari berbagai bidang tentang pembelajaran dan pengajaran membuat paradigma, falsafah, dan metodologi pembelajaran yang ada sekarang tidak memadai atau tidak cocok lagi. Ketiga, berbagai permasalahan dan kenyataan negatif tentang hasil pengajaran dan pembelajaran menuntut diupayakannya pembaharuan paradigma, falsafah, dan metodologi pengajaran dan pembelajaran. Dengan demikian, diharapkan mutu dan hasil pembelajaran dapat makin baik dan meningkat.
Untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran – di samping juga menyelaraskan dan menyerasikan proses pembelajaran dengan pandangan-pandangan dan temuan-temuan baru di pelbagai bidang – falsafah dan metodologi pembelajaran senantiasa dimutakhirkan, diperbaharui, dan dikembangkan oleh berbagai kalangan khususnya kalangan pendidikan-pengajaran-pembelajaran. Oleh karena itu, falsafah dan metodologi pembelajaran silih berganti dipertimbangkan, digunakan atau diterapkan dalam proses pembelajaran dan pengajaran. Lebih-lebih dalam dunia yang lepas kendali atau berlari tunggang-langgang (runway world – istilah Anthony Giddens) sekarang, falsafah dan metodologi pembelajaran sangat cepat berubah dan berganti, bahkan bermunculan secara serempak; satu falsafah dan metodologi pembelajaran dengan cepat dirasakan usang dan ditinggalkan, kemudian diganti (dengan cepat pula) dengan dan dimunculkan satu falsafah dan metodologi pembelajaran yang lain, malahan sering diumumkan atau dipopulerkan secara serentak beberapa falsafah dan metodologi pembelajaran.
Tidak mengherankan, dalam beberapa tahun terakhir ini di Indonesia telah berkelebatan (muncul, populer, surut, tenggelam) berbagai falsafah dan metodologi pembelajaran yang dipandang baru-mutakhir meskipun akar-akar atau sumber-sumber pandangannya sebenarnya sudah ada sebelumnya, malah jauh sebelumnya. Beberapa di antaranya (yang banyak dibicarakan, didiskusikan, dan dicobakan oleh pelbagai kalangan pembelajaran dan sekolah) dapat dikemukakan di sini, yaitu pembelajaran konstruktivis, pembelajaran kooperatif, pembelajaran terpadu, pembelajaran aktif, pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning, CTL), pembelajaran berbasis projek (project based learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), pembelajaran interaksi dinamis, dan pembelajaran kuantum (quantum learning). Dibandingkan dengan falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya, falsafah dan metodologi pembelajaran kuantum yang disebut terakhir tampak relatif lebih populer dan lebih banyak disambut gembira oleh pelbagai kalangan di Indonesia berkat penerbitan beberapa buku mengenai hal tersebut oleh Penerbit KAIFA Bandung [Quantum Learning, Quantum Business, dan Quantum Teaching] – di samping berkat upaya popularisasi yang dilakukan oleh perbagai pihak melalui seminar, pelatihan, dan penerapan tentangnya. Walaupun demikian, masih banyak pihak yang mengenali pembelajaran kuantum secara terbatas – terutama terbatas pada bangun (konstruks) utamanya. Segi-segi kesejarahan, akar pandangan, dan keterbatasannya belum banyak dibahas orang. Ini berakibat belum dikenalinya pembelajaran kuantum secara utuh dan lengkap.
Sejalan dengan itu, tulisan ini mencoba memaparkan ihwal pembelajaran kuantum secara relatih utuh dan lengkap agar kita dapat mengenalinya lebih baik dan mampu menempatkannya secara proporsional di antara pelbagai falsafah dan metodologi pembelajaran lainnya – yang sekarang juga berkembang dan populer di Indonesia. Secara berturut-turut, tulisan ini memaparkan (1) latar belakang atau sejarah kemunculan pembelajaran kuantum, (2) akar-akar atau dasar-dasar teoretis dan empiris yang membentuk bangun pembelajaran kuantum, dan (3) pandangan-pandangan pokok yang membentuk karakteristik pembelajaran kuantum dan (4) kemungkinan penerapan pembelajaran kuantum dalam berbagai bidang terutama bidang pengajaran sekolah. Paparan ini lebih merupakan rekonstruksi pembelajaran kuantum yang didasarkan atas pemahaman dan persepsi penulis sendiri daripada resume atau rangkuman atas pikiran-pikiran pencetusnya.

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MELALUI PAKEM

PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DASAR MELALUI PAKEM



A. Pendahuluan
Sejak tiga tahun terakhir bangsa kita terus dilanda musibah, baik yang disebabkan oleh faktor alam yang memang kejadiannya sulit dicegah maupun oleh karena ulah manusia yang seharusnya tidak perlu terjadi. Musibah gempa tektonik yang disusul tsunami di Aceh belum juga pulih, sudah di susul oleh gempa dan tsunami lain di Yogyakarta dan Pangandaran. Musibah lumpur Lapindo di Sidoarjo sudah hampir satu tahun belum ada tanda-tanda berhenti, bahkan kalau tidak dapat diatasi dan menunggu berhenti sendiri akan memakan waktu 31 tahun. Musibah dalam bidang transportasi terjadi di laut, darat, dan udara. Permasalahan lain yang selalu terulang pada hampir setiap tahun adalah masyarakat kita selalu kekeringan dan tidak ada air bila musim kemarau tiba, dan sebaliknya terjadi banjir dimana-mana bila musim hujan datang. Endemi demam berdarah dan flu burung yang terjadi di hampir seluruh wilayah juga selalu berulang dan akar permasalahannya belum juga terpecahkan. Kerugian yang diderita akibat musibah-musibah tersebut sudah tidak terhitung lagi jumlahnya; berapa nyawa yang melayang; berapa banyak harta benda milik masyarakat hilang; bahkan di Sidoarjo, bukan hanya nyawa dan harta, tetapi juga ”peradaban” masyarakat Sidoarjo lenyap ”ditelan” lumpur. Hal yang lebih mengenaskan dari semua peristiwa tersebut adalah tidak atau belum ada dari peristiwa tersebut yang teratasi secara tuntas; selalu menyisakan masalah.
Bila coba kita renungkan dan kaji secara seksama mengapa semua itu terjadi, dan mengapa semua permasalahan tersebut tidak teratasi secara tuntas, jawaban sementara penulis adalah karena kualitas sumber daya manusia (SDM) bangsa kita yang rendah. Hal ini sebagaimana juga ditunjukkan dari hasil survey Human Development Index (HDI) tahun 2005, yang berada pada posisi 112 dari 175 negara.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa kualitas SDM kita rendah, karena mutu pendidikan kita rendah. Bicara mutu pendidikan, maka pendidikan formal di sekolah lah yang harus lebih banyak mendapat sorotan. Karena pendidikan di sekolah dilaksanakan secara terencana dan sistematis, sehingga seharusnya lebih banyak memberi kontribusi pada kualitas pendidikan. Itu artinya, kualitas pembelajaran yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita selama ini rendah. Karena inti dari proses pendidikan di sekolah adalah pada pembelajaran di kelas. Pola pikir seperti inilah yang pernah dilontarkan oleh senator Amerika, John F. Kennedy pada tahun 1967, pada saat Amerika Serikat merasa kalah oleh Rusia yang lebih dulu meluncurkan roketnya ke luar angkasa. Saat itu Kennedy mengajukan pertanyaan ”Apa yang salah dengan pembelajaran kita di kelas?”

B. Mutu Pendidikan Kita
Rendahnya mutu sumber daya manusia bangsa kita diakibatkan oleh karena dunia pendidikan gagal melaksanakan perannya. Arief Rachman mengidentifikasi ada sembilan titik lemah pendidikan di Indonesia (Arief Rachman, 2006, 114) yang mengakibatkan dunia pendidikan kita “carut marut”. Kesembilan titik lemah tersebut adalah (1) selama ini keberhasilan pendidikan hanya diukur dari keunggulan ranah kognitif, dan mengabaikan ranah afektif dan psikomotorik, sehingga pembinaan dan pengembangan watak bangsa menjadi terabaikan, (2) model evaluasi yang digunakan selama ini hanya mengukur kemampuan berpikir konvergen, sehingga siswa tidak dipacu untuk berpikir kreatif dan imajinatif, (3) proses pendidikan berubah menjadi proses pengajaran, yang berakibat materi pelajaran menjadi tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, (4) kemampuan menguasai materi tidak disertai dengan pembinaan kegemaran belajar. (5) titel atau gelar menjadi target pendidikan, tidak disertai dengan tanggung jawab ilmiah yang mumpuni, (6) materi pendidikan dan buku pelajaran ditulis dengan cara dan metode yang monoton, tidak menantang dan tidak menstimulasi daya kritis dan iamjinasi siswa (7) manajemen pendidikan yang menekankan pada tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan kepada pemerintah, bukan kepada stakeholder, (8) profesi guru yang terkesan menjadi profesi ilmiah dan kurang disertai dengan bobot profesi kemanusiaan, dan (9) upaya pemerataan pendidikan yang tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, serta lemahnya political will pemerintah terhadap upaya perbaikan pendidikan.
Dengan kondisi permasalahan sebagaimana diungkapkan oleh Arief Rahman, terutama dengan permasalahan nomor 1 – 4 yang secara langsung menyangkut proses pembelajaran, sangat wajar kalau proses pembelajaran yang terjadi di kelas tidak mampu menghasilkan orang-orang yang cerdas sebagaimana yang diamanatkan UUD ’45. Keberhasilan pembelajaran yang hanya diukur oleh penguasaan pengetahuan (kognitif) hanya akan mendorong proses pembelajaran menghasilkan orang-orang pintar, tetapi bisa jadi tidak punya hati nurani, egois, tidak mampu bekerja sama, dan sifat-sifat lain yang menyangkut afeksi. Sifat peduli terhadap kepentingan orang banyak, takut melakukan kecurangan karena akan merugikan orang lain, sopan santun terhadap orang yang lebih tua, kasih dan sayang terhadap yang lebih muda, semangat berkorban untuk kepentingan bersama, bersikap disiplin, adalah diantara sifat-sifat afeksi yang sulit diukur secara kuantitas dan hasilnya tidak dapat dilihat dengan segera. Karena itu pembelajaran yang mengembangkan sifat-sifat ini menjadi luput dari perhatian dalam pembelajaran. Padahal sifat-sifat ini terkait dengan kecerdasan emosi yang banyak berpengaruh pada kesuksesan seseorang dalam melaksanakan tugasnya di masyarakat dan dunia kerja. Belum lagi kalau dilihat tingkat penguasaan aspek kognitifnya yang dikembangkan. Apakah perkembangan kognitif yang dikembangkan sampai pada tahap kognitif yang lebih tinggi, seperti kemampuan mengaplikasi, menganalisis, mensistesis, mengevaluasi, bahkan membuat dan menemukan ilmu baru? Lebih penting lagi apakah perkembangan kognitifnya sampai pada tahap kemampuan merumuskan dan memecahkan masalah, terutama berkenaan dengan permasalahan kehidupan sehari-hari? Ini adalah satu permasalahan besar dengan pembelajaran di kelas kita.
Permasalahan kedua juga sangat besar dampaknya terhadap proses pembelajaran di kelas. Soedijarto, dalam penelitiannya menemukan bahwa sistem evaluasi ternyata mempengaruhi kualitas proses belajar, khususnya pada tingkat partisipasi belajar pada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh B.S. Bloom, yang menyatakan bahwa setiap siswa akan berusaha mempelajari apa yang diperkirakan akan ditanyakan pada saat dilaksanakan tes (Soedijarto, 1993: 81) Ini berarti, kalau bentuk evaluasi yang diberikan kepada siswa hanya pada penguasaan konsep dan fakta, maka siswa akan belajar dengan cara menghafal dan drilling menjawab soal. Bentuk evaluasi seperti itu tidak akan mendorong siswa untuk berpikir secara kritis, kreatif, dan menemukan jawaban yang berbeda.
Berkenaan dengan permasalahan yang ketiga, banyak bukti di sekitar kita, siswa-siswa kita yang telah lulus dari sekolah tidak mampu berbuat banyak di lingkungannya; Mereka menjadi terasing dengan lingkungannya. Karena apa yang mereka pelajari di bangku sekolah adalah apa yang ada dalam buku (textbook), bukan permasalahan lingkungan yang sehari-hari mereka temukan dan rasakan. Pembelajaran yang dilaksanakan lebih bersifat tekstual, dan tidak kontekstual, sehingga ilmu pengetahuan yang mereka dapatkan hanya bisa disimpan dalam memori dan tidak bermanfaat bagi kehidupannya. Israel Scheffler menyebut pembelajaran yang demikian tidak memiliki relevansi sosial/moral.
Sejalan dengan permasalahan-permasalahan sebelumnya, pembelajaran di kelas-kelas sekolah kita cenderung hanya mendorong siswa untuk ”belajar untuk tahu” atau learning to know. Strategi pembelajaran yang mendorong siswa untuk senang untuk belajar dan menguasai kemampuan bagaimana belajar dilakukan (learning how to learn) tidak banyak dilakukan, sehingga pada saat mereka telah menempuh ujian dan dinyatakan lulus, maka mereka menganggap tugas belajar telah selesai; Mereka tidak memiliki kemauan dan kemampuan belajar mandiri untuk mengembangkan dirinya, baik di lingkungan masyarakat maupun di lingkungan dunia kerjanya.

C. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
1. Apa itu PAKEM?
PAKEM atau Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, pertama kali diperkenalkan menyertai program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang dikembangkan UNICEF-UNESCO-Pemerintah RI (Kompas, 8 Desemer 2003). PAKEM adalah pembelajaran yang membuat siswa aktif dan kreatif sehingga menjadi efektif tetapi tetap menyenangkan. Model ini dikembangkan untuk menciptakan situasi pembelajaran yang dialami para siswa lebih menggairahkan dan memotivasi siswa untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif yang pada akhirnya mencapai hasil belajar yang optimal.
Pembelajaran aktif dimaksudkan bahwa proses pembelajaran tersebut menuntut siswa dan guru secara aktif melakukan tugas dan fungsinya masing-masing. Guru secara aktif merancang dan mengkondisikan siswanya untuk belajar, bahkan berupaya memfasilitasi kebutuhan siswa dalam melaksanakan kegiatan belajarnya. Sementara siswa aktif melakukan tugasnya sebagai pelajar untuk belajar. Bentuk aktifitas yang dilakukan siswa bukan hanya aktifitas fisik tetapi dan terutama aktifitas mental, karena inti dari kegiatan belajar adalah adanya aktifitas mental. Tanpa keterlibatan mental dalam suatu aktifitas yang dilakukan siswa maka tidak akan pernah terjadi proses belajar di dalam dirinya. Pembelajaran aktif ini merupakan respon terhadap pembelajaran yang selama ini bersifat pasif, dimana para siswa hanya menerima informasi dari gurunya melalui metode ceramah.
Pembelajaran yang kreatif dimaksudkan pembelajaran yang beragam, sehingga mampu mengakomodir gaya belajar dan tingkat kemampuan belajar siswa yang bervariasi. Disisi lain pembelajaran kreatif juga dapat diartikan sebagai pembelajaran yang mampu menstimulasi daya imajinasi siswa untuk menghasilkan sesuatu. Dalam pembelajaran kreatif, peran guru bukan sebagai penyampai informasi/materi yang sudah siap “dicerna” oleh siswa, tetapi lebih pada sebagai stimulator ide yang mendorong pikiran dan imajinasi siswa muncul dan terealisasi melalui kegiatan belajar. Pembelajaran kreatif juga diartikan sebagai pembelajaran yang mendorong para siswanya menjadi kreatif, yaitu lancar, luwes, dan orisinil.
Pembelajaran efektif adalah pembelajaran yang mampu “membawa” para siswanya menguasai kemampuan yang diharapkan di akhir proses pembelajaran. Keefektifan pembelajaran dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi guru yang melaksanakan pembelajaran, dan dari sisi siswa yang belajar. Dilihat dari sisi guru, pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran mampu menstimulasi aktifitas siswa secara optimal untuk melakukan kegiatan belajar dan seluruh atau sebagian besar aktifitas yang direncanakan dapat terlaksana. Sementara bila dilihat dari sisi siswa, pembelajaran dikatakan efektif apabila pembelajaran tersebut dapat mendorong siswa untuk melakukan berbagai kegiatan belajar secara aktif, dan di akhir pembelajaran para siswa mampu menguasai seluruh atau sebagai besar tujuan pembelajaran yang ditetapkan, dan penguasaan pengetahuan tersebut dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama.
Melalui seluruh proses pembelajaran di atas, diharapkan pembelajaran yang dialami siswa menjadi menyenangkan. Pembelajaran yang menyenangkan tidak identik dengan pembelajaran yang gaduh, berisik, dan tidak terkendali. Pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dilakukan oleh siswa secara sukarela, tanpa ada unsur paksaan dari luar; siswa melakukan aktifitasnya dengan hati yang senang dan tidak terkekan. Pembelajaran yang menyenangkan akan terjadi apabila situasi pembelajaran terbuka, demokratis, dan menantang. Para siswa memiliki kesempatan untuk melakukan berbagai aktifitas tanpa harus takut salah dan dimarahi oleh siapapun. Melalui pembelajaran yang menyenangkan, siswa akan dapat mencurahkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut berbagai hasil penelitian, tingginya time on task terbukti meningkatkan hasil belajar.
Untuk dapat mengenali pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dapat mencermati ciri-cirinya sebagaimana dikemukakan oleh Lynne Hill, yaitu:
a. Pembelajaran tersebut direncanakan dengan baik, yang didasarkan pada hasil identifikasi tujuan dan kemampuan awal siswa, dan mencakup urutan pembelajaran, pengorganisasian kelas, pengelolaan sumber belajar, dan cara penilaian yang akan digunakan.
b. Pembelajaran tersebut menarik dan menantang yang ditandai oleh peran guru yang tidak terlalu dominan, sementara siswa aktif melakukan aktifitas belajar. Pembelajaran juga dapat meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, termasuk tugas-tugas terbuka.
c. Siswa sebagai pusat pembelajaran, yang ditandai oleh adanya tuntutan agar siswa aktif terlibat, berpartisipasi, bekerja, berinteraksi antarsiswa, menemukan dan memecahkan masalah
(www.mbeproject.net/mbe511.html)
Dengan demikian secara garis besar, PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
b. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
c. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
d. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
e. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya (Depdiknas, 2005, 77)

2. Mengapa PAKEM?
Sebagai sebuah profesi yang professional, maka semua tindakan yang dilakukan guru harus didasarkan pada kerangka teori dan kerangka pikir yang jelas. Demikian juga dengan pilihan untuk memilih dan memanfaatkan pendekatan PAKEM, harus didasari pada suatu rasional mengapa kita memilih dan menggunakan pendekatan tersebut. Berkenaan dengan hal ini perlu dikemukakan sejumlah alasan dan dasar teoritik sekaligus landasan filosofis dikembangkannya pendekatan PAKEM.
Salah satu perkembangan teori pembelajaran yang mendasari munculnya pendekatan PAKEM adalah terjadinya pergeseran paradigma proses belajar mengajar, yaitu dari konsep pengajaran menjadi pembelajaran yang berimplikasi kepada peran yang harus dilakukan guru yang tadinya mengajar menjadi membelajarkan. Konsep pembelajaran yang merupakan terjemahan dari kata instructional pada dasarnya telah lama dikenal di Indonesia, yaitu sejak tahun 1975, yang tergambar dalam rumusan tujuan yang harus dibuat guru, yaitu rumusan tujuan instruksional khusus. Namun implementasi dari konsep pembelajaran di dalam kelas belum juga terjadi secara sesungguhnya.
Dalam konsep pengajaran peran yang paling dominan ada pada guru, yaitu sebagai pengajar yang melaksanakan tugasnya mengajar. Dalam kegiatan pengajaran komunikasi sering terjadi hanya satu arah, yaitu dari guru kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak pasif. Pada saat guru menyampaikan materi pelajaran, yang biasanya dilakukan melalui ceramah, para siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru. Permasalahannya yang paling mendasar adalah pada saat seorang guru mengajar apakah ada jaminan bahwa para siswanya belajar? (Belajar dalam pengertian sebagaimana dikemukakan oleh para penganut aliran kognitivistik, yaitu adanya aktifitas mental dalam berinteraksi dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan perilaku yang relatif konstan.) Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah apa yang disampaikan oleh Mel Silberman: Belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar memerlukan keterlibatan mental dan tindakan pelajar itu sendiri. (Mel Silberman, 1996)
Berbeda dengan konsep pengajaran, konsep pembelajaran lebih mengutamakan pada aktifitas siswa dalam melakukan kegiatan belajarnya. Dalam konsep pembelajaran tugas guru adalah membelajarkan siswa. Artinya berbagai upaya yang dilakukan guru dalam rangka mengkondisikan para siswanya untuk belajar. Dengan demikian, fokus dari interaksi dan komunikasi ”di dalam kelas” ada pada siswa, yaitu melakukan aktifitas belajar. Melalui penerapan konsep pembelajaran ini maka siswa akan menjadi aktif melakukan berbagai aktifitas belajar, yang tidak hanya mendengarkan, tetapi mereka harus terlibat secara aktif mencari, menemukan, mendiskusikan, merumuskan, dan melaporkan hasil belajarnya. Melalui proses seperti ini maka kegiatan belajar anak akan menjadi lebih bermakna (meaningfull learning).
Bila dilihat dari pendekatannya, dapat dikatakan bahwa konsep pengajaran menggunakan pendekatan yang berorientasi pada guru, sedangkan konsep pembelajaran menggunakan pendekatan yang berorientasi pada siswa. Perbedaan karakteristik dari kedua pendekatan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Berpusat Pada Guru Berpusat Pada Siswa
 Lebih tradisional
 Guru sebagai pengajar
 Guru menentukan apa yang mau diajarkan dan bagaimana mengajarkannya  Guru sebagai fasilitator bukan penceramah
 Fokus pembelajaran pada siswa bukan guru
 Siswa aktif belajar
 Siswa mengontrol proses belajar dan menghasilkan hasil karya mereka sendiri, tdk mengutip dari guru.

Di samping didasarkan pada upaya optimalisasi implimentasi konsep pembelajaran, pendekatan PAKEM juga didasarkan pada sejumlah asumsi tentang apa itu belajar. Sejumlah asumsi tentang belajar yang dimaksud, diantaranya:

a. Belajar adalah proses individual
Artinya kegiatan belajar tidak bisa diwakilkan kepada orang lain, hanya orang yang bersangkutanlah yang dapat melakukannya. Ini berarti kegiatan belajar menuntut aktifitas orang yang sedang belajar.
b. Belajar adalah proses sosial
Kegiatan belajar harus dilakukan melalui interaksi sosial dengan lingkungan sekitar. Ini berarti seseorang yang belajar harus secara aktif berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, karena melalui interaksi sosial inilah akan diperoleh pengalaman sebagai hasil belajar.
c. Belajar adalah menyenangkan
Apabila kegiatan belajar dilakukan dengan sukarela, atas kesadaran dan kemauan sendiri, dan tanpa ada paksaan, maka kegiatan belajar akan menyenangkan. Karena itulah, setiap orang yang belajar harus melakukannya dengan penuh kesadaran bahwa belajar itu yang akan membawa manfaat bagi kelangsungan hidupnya. Dengan demikian maka kegiatan belajar benar-benar akan menyenangkan.
d. Belajar adalah aktifitas yang tidak pernah berhenti
Proses belajar akan terus berlangsung selama manusia berinteraksi dengan lingkungannya. Pada saat seseorang berinteraksi dengan lingkungan – apakah itu disadari ataupun tidak – dan terjadi perubahan perilaku dalam dirinya (kognitif, afektif, atau psikomotorik) maka pada dasarkan orang tersebut telah belajar. Proses ini tidak akan pernah berhenti selama seseorang masih hidup dan beraktifitas.
e. Belajar adalah membangun makna
Pada saat seseorang melakukan kegiatan belajar, pada hakikatnya ia menangkap dan membangun makna dari apa yang diamatinya. Hal ini sejalan dengan pembelajaran kontekstual (contextual learning) yang mengasumsikan bahwa otak secara alamiah mencari makna dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan lingkungan dimana seseorang tersebut berinteraksi (http://www.texascollaborative.org)
Di samping pada pertimbangan perkembangan teori belajar dan pembelajaran, pentingnya PAKEM didasarkan pada pemahaman dan kepentingan siswa sebagai pembelajar. Disadari bahwa para siswa yang belajar adalah individu-individu yang memiliki potensi dan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Karenanya, mereka harus diberi kesempatan untuk memikirkan segala sesuatu yang terjadi dalam lingkungannya; guru hendaknya menstimulasi daya pikir mereka dengan mengajukan sejumlah pertanyaan dan permasalahan yang harus dipecahkan (problem solving). Melalui penciptaan kondisi yang menantang dan pemberian kebebasan yang luas kepada siswa untuk beraktifitas, memungkinkan siswa menganalisis permasalah secara kritis, dan mencari pemecahannya secara kreatif. Sebab kreatifitas akan muncul dalam suasana dan lingkungan yang menantang namun dirasa aman, dan tidak takut akan mendapat hukuman apabila terjadi kesalahan. Proses belajar yang dialami siswa juga harus melatih dan meningkatkan kematangan emosional dan sosialnya. Pada akhirnya seluruh proses belajar yang dilakukan siswa akan membawanya pada peningkatan produktivitas menjadi lebih tinggi. Untuk menciptakan proses pembelajaran yang akan membawa siswa pada peningkatan berbagai kemampuan tersebut diperlukan suasana dan pengalaman belajar yang bervariasi.
Dengan kata lain, proses belajar yang dialami siswa harus mendorong dan mengembangkan dirinya menjadi orang-orang yang mampu berpikir kritis, kreatif, mampu memecahkan masalah, memiliki kematangan emosional/sosial, dan memiliki produktivitas yang tinggi dengan menciptakan proses pembelajaran yang bervariasi.

3. Bagaimana PAKEM dilaksanakan?
Dalam penerapannya, model PAKEM memerlukan lingkungan belajar yang kondusif, yang mendukung berbagai aktifitas siswa dalam melakukan proses belajar. Karena melalui penerapan PAKEM diharapkan akan terlihat siswa aktif mengeksplorasi materi melalui berbagai percobaan, melakukan observasi, diskusi kelompok, melakukan latihan-latihan praktis, memanfaatkan perpustakaan dan sudut-sudut kelas untuk pojok baca dan dinding kelas untuk memajang karya siswa (www.mbeproject.net/Apa itu.htm)

Hal yang harus dilakukan dalam melaksanakan PAKEM adalah:
a. Memahami sifat yang dimiliki anak
Setiap anak unik. Mereka memiliki karakteristik yang berbeda. Namun pada dasarnya mereka juga memiliki sifat umum yang sama, yaitu memiliki rasa ingin tahu dan daya imajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar untuk mengembangkan sikap/berpikir kritis dan kreatif. Karena itu, pembelajaran diharapkan dapat menjadi wahana dan sarana mengembangkan kedua potensi tersebut. Suasana pembelajaran yang kondusif perlu dikembangkan melalui, diantaranya, pujian terhadap karya anak, mengajukan pertanyaan terbuka dan menantang, memotivasi siswa untuk berani melakukan percobaan, dan lain-lain.
b. Mengenal anak secara perorangan
Para siswa memiliki latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dengan PAKEM diharapkan perbedaan tersebut dapat terakomodir, sehingga pembelajaran yang dialami anak yang satu berbeda dengan yang lainnya sesuai dengan kecepatan belajarnya masing-masing. Siswa yang memiliki kecepatan belajar yang lebih dapat membantu temannya sebagai tutor sebaya.
c. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Ciri lain yang dimiliki anak-anak adalah kesenangannya untuk bermain, berteman secara berkelompok. Kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan. Siswa dapat dikondisikan untuk melakukan kegiatan belajarnya melalui kegiatan bermain dan berkelompok. Melalui kegiatan bermain dan berkelompok siswa akan dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, karena ia melakukannya dengan penuh kesenangan dan mereka mudah untuk berinteraksi dan bertukar pikiran.
d. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Salah satu fungsi pembelajaran adalah menyiapkan peserta didik untuk siap terjun ke masyarakat dengan berbagai permasalahannya. Mereka harus mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Untuk itu diperlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menyadari, mengenali, menganalisis, dan merumuskan masalah, dan kreatif dalam menemukan dan mengembangkan alternatif pemecahannya. Pembelajaran diharapkan dapat mengembangkan kedua kemampuan tersebut dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan menantang, bahkan pertanyaan yang tidak ”lumrah”. Pertanyakan kembali cara kerja yang biasa kita lakukan, benda-benda di sekitar kita, dan hal-hal lain yang sudah biasa terjadi. Namun untuk sementara, pertanyaan diarahkan pada aspek teknologis (alat dan cara kerja), seni dan artifisial budaya, dan jangan pada hal-hal yang bersifat melawan norma hukum, agama, dan kesusilaan. Kemudian ajak para siswa untuk memikirkannya dan membuat perubahan terhadap hal-hal yang dipertanyakan tersebut ”agar tampil beda”. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambah, mengurangi, menggabungkan, memperkecil, memperbesar, dst.
e. Mengembangkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas sebagai lingkungan belajar merupakan salah satu sumber belajar. Karenanya, ruang kelas harus ditata sedemikian rupa agar dapat mendukung terjadinya proses belajar yang dilakukan siswa. Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang disarankan dalam PAKEM. Pada dinding ruang kelas dapat dipasang ”ikon-ikon” dan motto yang dapat memotivasi siswa belajar. Hasil karya siswa sebaiknya dipajangkan di dinding ruang kelas dengan tata letak yang baik dan harmonis. Karena pemajangan hasil karya ini dapat memotivasi siswa dan sekaligus dapat menjadi inspirasi untuk mengembangkan karya lain yang lebih baik.
f. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Setting atau lingkungan (alam, sosial, dan budaya) merupakan salah satu sumber belajar yang sangat kaya dengan bahan belajar. Lingkungan dapat dijadikan sebagai media belajar dan sekaligus sebagai obyek belajar. Sebagai media belajar, lingkungan dapat membantu para siswa memahami bahan belajar lebih mudah dan menarik, sedangkan sebagai obyek belajar, lingkungan mengandung banyak hal yang dapat dipelajari dan berarti bagi kehidupan siswa.
g. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Umpan balik yang disampaikan guru dapat memberi informasi tentang kualitas belajar yang dilakukan siswa. Umpan balik yang positif dapat menimbulkan motivasi siswa untuk mempertahankan dan sekaligus meningkatkan perilaku positifnya; mendorong siswa untuk lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Untuk itu, guru harus konsisten memeriksa setiap tugas dan pekerjaan siswa, memberi komentar dan catatan, serta mengembalikannya kepada siswa.
h. Membedakan aktif fisik dengan aktif mental

Kata ”aktif” dalam model PAKEM, bukan semata-mata merujuk pada keaktifan fisik, tetapi pada keaktifan mental. Aktif mental lebih diutamakan daripada aktif fisik. Kondisi siswa yang sering bertanya dan mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasannya sendiri merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat untuk tumbuhnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut salah, takut dihukum, takut disepelekan, takut disebut orang bodoh, takut mencoba, dan takut-takut yang lainnya. Untuk itu tugas guru adalah menciptakan kondisi dan suasana yang dapat menghilangkan rasa takut, serta mendorong untuk tumbuhnya keberanian siswa.

Untuk dapat melaksanakan pembelajaran dengan model PAKEM, ada sejumlah kemampuan yang harus dikuasai dan sekaligus dilakukan guru, diantaranya: (Depdiknas, 2005, 78)
a. Guru harus merancang dan mengelola pembelajarannya yang mampu mendorong siswa berperan aktif di dalamnya. Untuk itu guru harus mampu melaksanakan pembelajaran secara variatif, seperti mengkondisikan siswa untuk melakukan percobaan, diskusi kelompok, mencari informasi, berkunjung ke suatu tempat, dan melaporkan hasil observasi.
b. Guru harus menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam (multi media). Hal ini akan membantu terciptanya interaksi yang bervariasi, bukan hanya antara guru dengan siswa, tetapi juga antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan lingkungannya. Untuk itu sesuai dengan mata pelajaran yang akan diajarkan, guru dapat menggunakan alat dan benda sekitar, atau media lain yang dibuat sendiri atau dari membeli.
c. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilannya. Untuk itu guru dapat membantu siswa untuk melakukan percobaan dan pengamatan atau wawancara, mengumpulkan fakta dan data serta mengolah dan mengambil kesimpulan; membantu memecahkan masalah, mencari dan menemukan rumus, menulis laporan/hasil karya dengan bahasa sendiri.
d. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan dan tulisan. Kesempatan ini penting untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan berani berpendapat. Kondisi ini dapat diciptakan melalui kegiatan diskusi, dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka.
e. Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa. Siswa akan termotivasi untuk belajar apabila tugas dan aktivitas yang harus dilakukannya ada pada batas kemampuannya. Bahan dan kegiatan belajar yang berada di atas kemampuannya atau terlalu sulit hanya akan membawa siswa frustasi, dan sebaliknya. Untuk itu siswa dapat dikelompokkan sesuai dengan kemampuannya, dan bahan pelajaran dikelompokkan sesuai dengan kelompok tersebut.
f. Guru mengaitkan pembelajaran dengan pengalaman siswa sehari-hari. Bahan belajar akan lebih bermakna apabila bahan tersebut memang menyangkut kehidupan dan permasalahan yang dihadapi siswa sehari-hari. Untuk itu guru dapat meminta siswa untuk menceritakan dan memanfaatkan pengalamannya sendiri sebagai topik pembicaraan dalam pembelajaran.
g. Menilai pembelajaran dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus. Kegiatan ini digunakan untuk memantau kinerja siswa dan sekaligus memberikan umpan balik.
Sebagai contoh konkrit bagaimana PAKEM dilaksanakan dapat digambarkan berikut:
Untuk sebuah pembelajaran Ilmu Sosial ditetapkan sebuah tema Banjir. Mengapa tema banjir yang diangkat? Karena isu itu yang sedang hangat dan banyak diberitakan terjadi di mana-mana.
Dalam melaksanakan pembelajaran tersebut, guru memberikan pengantar tentang banjir. Kemudian guru meminta siswa bekerja kelompok. Masing-masing kelompok diberikan 2 buah kliping koran tentang banjir. Tiap kelompok membaca, mencerna, dan mencatat informasi dari kliping, kemudian mempresentasikan. Terakhir antar kelompok compare notes. Siswa diminta menyimpulkan.

D. Peningkatan Mutu Pendidikan Formal Melalui PAKEM
Dengan asumsi bahwa proses pembelajaran yang terjadi di kelas adalah inti dari proses pendidikan di sekolah, maka perbaikan mutu pendidikan harus dimulai dengan menata dan meningkatakan mutu pembelajaran di kelas. Mutu pendidikan yang diindikasikan oleh para lulusannya memiliki kemampuan berpikir kritis dan kreatif, perkembangan afeksi yang kuat (karakter, kesadaran diri, komitmen, dll), serta keterampilan psikomotor yang memadai. Artinya kriteria mutu pendidikan bukan hanya diukur oleh aspek kuantitatif, seperti NEM, nilai raport, banyaknya lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri, dan sebagainya, tetapi lebih pada aspek penguatan karakter dan watak siswa, keimanan kepada Tuhan, sopan santun, akhlak mulia, budi pekerti luhur, kemampuan memecahkan masalah, kemampuan menghasilkan karya dan produk inovatif, dan lain-lain.
Upaya untuk mencapai mutu pendidikan dengan kriteria sebagaimana digambarkan di atas tentu akan sulit dilakukan apabila pembelajaran yang dilakukan di kelas masih konvensional, yang hanya menuntut siswa untuk melakukan DDCH (datang, duduk, catat, dan hafal); Model pembelajaran yang didominasi oleh guru melalui ceramah-ceramahnya menyampaikan sejumlah informasi/materi pelajaran yang sudah disusun secara sistematis. Sebab pembelajaran dengan model ini tingkat partisipasi siswa sangat rendah; siswa sering ada dalam situasi ”tertekan”, yang berakibat pada tidak optimalnya pemusatan perhatian pada kemampuan yang harus dikuasainya (time on task) menjadi rendah. Siswa tidak mendapat kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungan sekitar, sehingga membuat mereka terasing dengan lingkungannya dan tidak memiliki kemampuan untuk mencari dan menemukan informasi yang diperlukannya; dan yang paling penting siswa hanya terfokus pada pengembangan ranah kognitif, dan kurang memperhatikan aspek afeksi (emosional, mental, dan spiritual), serta keterampilannya. Dengan kondisi pembelajaran seperti ini akan sulit mengharapkan para siswa memiliki kemampuan berpikir yang kritis, kreatif, dan inovatif, serta memiliki karakter dan watak yang kuat untuk menghadapi berbagai permasalahan yang dihadapi dalam kehidupannya sehari-hari.
Ada banyak inovasi pembelajaran yang dapat diterapkan untuk mendorong terciptanya pembelajaran yang berkualitas yang berangkat dari pendekatan pembelajaran student active learning, diantaranya adalah apa yang disebut PAKEM. Dengan PAKEM para siswa akan mengikuti pembelajaran secara aktif, kreatif, dan demokratis; Siswa diberi kesempatan untuk berbuat dan berpikir secara bertanggung jawab; Siswa memiliki kesempatan untuk melakukan proses belajar yang sesungguhnya, dimana siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya; Siswa belajar bekerjasama untuk memecahkan masalah, sehingga akan terbentuk watak dan kemampuan bekerja tim; Siswa diberi kesempatan untuk melakukan eksplorasi lingkungannya yang memungkinkan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya lingkungan dan kemampuan untuk mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan; Akan tumbuh semangat dan kepercayaan diri untuk berpikir dan berbuat pada diri siswa.

E. Kesimpulan
Peningkatan kualitas sumber daya manusia haruslah menjadi prioritas dalam pembangunan nasional kita. Itu berarti pembangunan dunia pendidikan harus mendapatkan perhatian yang serius, komitmen yang kuat dan tindakan nyata dari seluruh stakeholder. Pembangunan dunia pendidikan memang harus dilakukan secara sistemik, melalui pembenahan berbagai sektor yang terkait. Khusus untuk pembangunan pendidikan formal (sekolah), semua perbaikan yang dilakukan harus mengarah dan mendukung pada peningkatan kualitas proses pembelajaran yang dilakukan di ”kelas”. Karena inti dari proses pendidikan di sekolah ada pada proses pembelajaran.
Kualitas proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi antara siswa dengan sumber belajar. Artinya kualitas pembelajaran dikatakan baik apabila para siswanya secara aktif melakukan berbagai kegiatan untuk mengembangkan dirinya secara utuh (kognitif, afektif, dan psikomotorik) melalui interaksinya dengan berbagai sumber belajar. Untuk dapat terjadi seperti itu perlu diciptakan lingkungan dan suasana belajar yang mendukung, yaitu lingkungan yang mendorong anak untuk melakukan eksplorasi pada lingkungannya; memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara divergen, kritis, kreatif, dan inovatif; dan melatih anak untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif; Salah satu model pembelajaran yang mampu mendorong itu semua adalah apa yang disebut PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Demikian beberapa pokok pikiran yang dapat penulis sampaikan. Mudah-mudahan ada manfaatnya, dan mohon maaf atas segala kekurangan. Terima kasih.

DAFTAR RUJUKAN

Achmad Sapari. Pendidikan dan Sensitivitas Guru yang Kreatif. Kompas, Senin, 8 Desember 2003
Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Paket Pelatihan untuk Sekolah dan Masyarakat. Jakarta, 2005
Ditjen Dikdasmen Depdiknas. Paket Pelatihan Lanjutan untuk Sekolah dan Masyarakat. Jakarta, 2005
http://www.texascollaborative.org./what is Contextual Teaching and Learning.html
Irsyad Ridho (Editor). Pendidikan, Proyek Peradaban yang Terbengkalai. Jakarta: Transbook, 2006
Silberman, Mel. Active Learning: 101 Strategies to Teach Any Subject. (Terj. H. Sardjuli, dkk). Boston: Allyn and Bacon, 1996
Soedijarto. Menuju Pendidikan Nasional yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka, 1993
———–. Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Membangun Peradaban Negara Bangsa. Jakarta: CINAPS, 2000
www.mbeproject.net/mbe511.html

KONSEP PAKEM

KONSEP PAKEM

Oleh : Depdiknas
(Tulisan Dikutip dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com)




A. Apa itu PAKEM?

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:

1. Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.

2. Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.

3. Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’

4. Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.

5. Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?

1. Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.



2. Mengenal anak secara perorangan

Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.



3.Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.



4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).



5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.



6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.



7.Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.



8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.

C. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?

Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.


Kemampuan Guru
Pembelajaran

Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:

Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri

Gambar

Studi kasus

Nara sumber

Lingkungan

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
Siswa:

Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara

Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri

Menarik kesimpulan

Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri

Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.
Melalui:

Diskusi

Lebih banyak pertanyaan terbuka

Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri

Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)

Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.

Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan

Guru mengaitkan PEMBELAJARAN dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.

Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari

Menilai PEMBELAJARAN dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
Guru memantau kerja siswa

Guru memberikan umpan balik

PAKEM – Penerapan Di Lapangan

PAKEM – Penerapan Di Lapangan



Beberapa orang memandang bahwa PAKEM sama dengan kerja kelompok. Jika dalam suatu kelas sedang berlangsung pembelajaran dan di sana siswa tetap duduk seperti orang menonton bioskop, semua menghadap ke depan, duduk berdua dengan satu bangku, maka dengan mudah dan cepat dikatakan kelas itu tidak PAKEM. Tetapi sebaliknya, jika di suatu kelas siswa sedang duduk berkelompok, walau mereka hanya duduk dalam kelompok, tetapi tidak semua siswa bekerja, maka dengan mudah kita mengatakan kelas itu PAKEM. Seharusnya menilai PAKEM tidaknya suatu pembelajaran tidak cukup hanya dengan melihat pengaturan tempat duduk siswa,
tetapi harus diperhatikan pula intensitas keterlibatan siswa dalam belajar.

Beberapa isu-isu penerapan PAKEM di kelas adalah sebagai berikut:
1) Guru belum memperoleh kesempatan menyaksikan pembelajaran PAKEM yang baik;
2) Guru belum memiliki referensi (buku, video, dll) tentang pembelajaran PAKEM yang baik;
3) Tugas yang diberikan guru kepada siswa masih bersifat tertutup dan banyak pengisian lembar kerja (LK) yang kurang baik;
4) Pembelajaran belum memberikan tantangan sesuai kemampuan siswa
5) Pembelajaran hanya mengajarkan satu indikator dengan satu aktivitas;
6) Perbedaaan individual siswa belum diperhatikan termasuk laki-laki/perempuan, pintar/ kurang pintar, sosial ekonomi tinggi/rendah;
7) Pengelolaan siswa kurang sesuai dengan kegiatan;
8) Guru merasa khawatir untuk melaksanakan PAKEM di kelas 6 dan 9;
9) Pajangan cenderung menampilkan semua apa yang dikerjakan siswa dengan hasil yang seragam;

PAKEM dan Kurikulum Berbasis Kompetens

PAKEM dan Kurikulum Berbasis Kompetensi
Kami telah menerima banyak pertanyaan mengenai Pembelajaran Aktif Kreatif, Efektif ,dan Menyenangkan (PAKEM), khususnya sejauh mana PAKEM mendukung pelaksanaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).



Apakah PAKEM menjamin ketuntasan belajar sesuai yang dituntut KBK?
Dengan PAKEM, pelaksanaan pembelajaran jauh lebih mendalam daripada menggunakan cara konvensional (guru banyak berceramah). Dengan demikian PAKEM akan meningkatkan berbagai kemampuan seperti dituntut oleh KBK.

Apakah dengan PAKEM semua materi pelajaran dapat terselesaikan?
Salah satu kelebihan PAKEM adalah melatih kemandirian siswa dalam belajar termasuk keterampilan mencari dan memanfaatkan informasi.

Pendalaman pelajaran dilakukan dengan bimbingan langsung dari guru, sedangkan materi yang kurang esensial dapat dibaca sendiri oleh siswa. Dengan jalan demikian tidak perlu khawatir semua materi tidak dapat diselesaikan

Apakah PAKEM sudah menghasilkan anak pandai mengingat daya pikir anak sangat berbeda beda?
Selama ini, dengan pembelajaran cara lama, semua anak sering diperlakukan sama oleh guru baik dalam pelaksanaan KBM maupun evaluasi. Salah satu kelebihan PAKEM adalah memberikan pelayanan kepada siswa dengan kemampuan berbeda beda.

Dengan PAKEM, anak pandai, sedang, dan kurang semuanya diusahakan meningkatkan kemampuan masing masing.
Negara negara maju yang sudah menerapkan PAKEM dengan baik menghasilkan orang orang pandai yang melakukan berbagai penelitian dan menghasilkan penemuan penemuan baru yang bermanfaat bagi umat manusia di seluruh dunia.

Apakah PAKEM menjamin keberhasilan siswa?
Keberhasilan siswa selama ini hanya dilihat dengan menggunakan ukur-an UAN dan nilai tinggi NEM. Padahal kita semuanya mengetahui bahwa UAN hanya mengukur aspek kognitif saja (tingkat rendah dalam taksonomi Bloom).

Dalam PAKEM, berbagai kemampuan siswa (belajar mandiri, bekerjasama, berpikir kritis, mencari informasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dsb) dikembangkan untuk memberikan bekal bagi mereka untuk terjun ke dunia modern yang penuh tantangan dan persaingan antar bangsa.

Apakah PAKEM membuat KBM berhasil? Berapa lama?
KBM yang berhasil adalah KBM yang dapat meningkatkan berbagai kemampuan siswa. Kalau guru banyak berceramah, kemampuan yang dikembangkan pada diri siswa adalah kemampuan mendengarkan, mengingat, dan menjawab pertanyaan ingatan.

Semuanya dengan daya retensi yang sangat rendah. Sebaliknya dengan PAKEM, siswa akan terlatih mencari informasi,menyaring informasi, menggunakan informasi, berdiskusi, mengajukan pertanyaan, melakukan pengamatan, penelitian, percobaan , membuat laporan dsb.
Kemampuan-kemampuan seperti itu kalau sudah terlatih, akan bertahan sepanjang hidup dan berguna bagi hidup.

PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru

PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru


Seiring dengan perkembangan zaman serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka tak bisa ditawar keharusan untuk terus mengadakan pembaharuan disegala lini kehidupan. Terutama sekali yang bersentuhan langsung dengan kemajuan Iptek itu sendiri, yakni Pendidikan. Sistem yang ada di dalam pendidikan harus terus mengadakan "mutasi" kearah yang positif demi mendukung sinergitas dengan kemajuan tadi. Pembelajaran di dalam kelas sebagai suatu sub system yang sangat penting dalam pendidikan tak ayal harus berbenah juga.

Berbagai teknik pembelajaran, baik itu metode, pendekatan, maupun tata cara atau aturan dalam pembelajaran gencar ditelorkan demi menghasilkan transfer pengetahuan dari guru ke siswa yang lebih optimal. Salah satu yang sangat gencar diperkenalkan dan dilatihkan adalah Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Pakem). Hakikat Pakem sebenarnya adalah memberi rasa nyaman dan betah siswa (anak didik) dalam menerima pelajaran. Oleh karena itu Pakem sangat memperhatikan keinginan atau kegemaran anak, yakni bermain. Pembelajaran diolah sedemikian rupa sehingga terdapat unsur permainan di dalamnya. Mulai pembelajaran dalam bentuk lomba, kerjasama atau diskusi, sampai pembelajaran yang dilakukan di luar kelas.

Kemunculan Pakem sebenarnya disebabkan adanya indikasi bahwa siswa jenuh terhadap pembelajaran yang selama ini diterapkan. Pembelajaran yang monoton (tidak kreatif), hanya mendengarkan guru berceramah (pasif, tidak aktif), kurangnya transfer ilmu yang dapat bertahan lama pada siswa (tidak efektif), dan terakhir tentu saja sangat membosankan (tidak menyenangkan). Demikianlah nuansa pembelajaran yang kebanyakan dilakukan oleh guru selama ini. Pembelajaran yang demikian itu, yang selama ini banyak dilakukan, disebutlah sebagai pembelajaran konvensional.

Jika kita berbicara tentang pembelajaran yang konvensional, maka akan terasimilasi pada pembelajaran yang negatif, dalam arti sebaiknya tidak dilakukan lagi. Jika kita bertanya kepada seorang guru atas pilihannya antara Pakem dan pembelajaran yang konvensional tadi, maka dapat dipastikan jawabannya akan memilih Pakem, meskipun nyata-nyata dalam keseharian di sekolah, guru tersebut mempraktekkan pembelajaran yang konvensional tadi. Jika kita kembali menanyakan tentang "keengganannya" mengaplikasikan Pakem, maka dapat saja dia mengatakan bahwa tanpa Pakem pun pembelajaran dapat terlaksana dan lebih mudah pelaksanaannya.

Bukan karena ketidaktahuan mereka terhadap aplikasi Pakem di kelas, tapi lebih disebabkan unsur mudah dan sukarnya pembelajaran itu diterapkan. Lalu, mengapa pembelajaran yang "konvensional" tadi mudah diterapkan dan Pakem terasa sangat sulit untuk diaplikasikan? Sesuatu yang selalu atau berulang-ulang kita lakukan pastilah akan terasa mudah bagi kita untuk mengerjakannya. Hal ini pulalah yang terjadi pada pembelajaran yang dikatakan konvensional tadi. Hampir setiap hari guru melakukan pembelajaran dengan teknik dan metode yang begitu-begitu saja, maka terasa kemudahan dalam penerapannya. Sedangkan Pakem, mendengarnya saja mungkin ada di antara guru kita yang sudah membayangkan kesulitan yang dihadapi nantinya di kelas.

Jika kita kembali untuk mengamati secara lebih teliti pembelajaran yang selama ini menjadi kegandrungan guru dalam menerapkannya, maka akan membuat kita bertanya-tanya, dimana fungsi didaktik dan metodik yang selama ini kita sebagai guru telah fahami dalam pendidikan keguruan, karena tanpa unsur didaktik dan metodik sekalipun pembelajaran konvensional tadi dapat terlaksana. Jika demikian, pada akhirnya akan kita sepakati bahwa meski bukan seorang guru sekalipun pembelajaran yang konvensional tadi, akan dapat terlaksana. Lalu, dimana profesionalitas kita sebagai guru? Kemana kemampuan lebih kita dalam proses pembelajaran dibanding yang bukan guru? Apa hanya dengan memikirkan mudah dan sukarnya penerapan itu, kita korbankan identitas guru kita?

Mari kita tarik benang merah terhadap persoalan di atas. Bahan kita adalah, bahwa Pakem sebenarnya bukanlah pembelajaran yang benar-benar baru bagi guru. Sejak dalam penggodokan di sekolah keguruan kita telah menerima berbagai kiat dalam menggairahkan suasana kelas sehingga siswa belajar atau kemauannya sendiri dan pada akhirnya pengetahuan yang diperolehnya akan bertahan lama. Selain itu, guru tentu lebih banyak tahu teknik dalam menggairahkan siswa dalam proses pembelajaran. Hanya dengan sedikit berpikir (sesuatu yang harus selalu ada pada diri guru) mereka akan mampu menemukan sinkronisasi antara materi yang akan diajarkan dengan teknik yang menggairahkan siswa (Pakem). Lalu, bagaimana kita dapat menerima tantangan bahwa teknik konvensional tadi lebih mudah? Gampang! Jadikan Pakem menjadi pembelajaran yang konvensional, maka jadilah dia (Pakem) itu mudah dilaksanakan. Mulailah hari ini kita terapkan Pakem di kelas kita. Sulit? Bulatkan tekad kita untuk menjadi guru yang benar-benar guru, sehingga kesulitan yang memang biasa dialami jika awal kita melaksanakan tidak akan terasa. Esok hari dan seterusnya, Pakem menjadi pilihan utama kita dalam pembelajaran di kelas, maka jadilah Pakem sebagai pembelajaran yang Konvensional.

Pakem sebagai pembelajaran konvensional tentu saja tidak lagi terkesan negatif, justru akan lebih baik. Pakem dianggap oleh guru sebagai pembelajaran yang mudah direalisasikan dalam pembelajaran di kelas bahkan setiap hari sekalipun. Pakem sebenarnya meneguhkan identitas kita sebagai guru. Seorang guru harus mampu memilih atau berkreasi sendiri atas metode yang akan dilaksanakan sehingga proses trasfer pengetahuan berjalan dengan baik. Guru harus mampu memanfaatkan atau membuat sendiri peraga yang akan digunakan dalam proses pembelajaran demi perhatian siswa dan lebih memudahkan konsep materi yang akan ditransfer. Guru harus mampu mengelola kelas agar bergairah dan menyenangkan siswa. Kesemua kemampuan itu tentu saja hanya dapat dipunyai dan diaplikasikan oleh seorang guru. Oleh karena itu mari kita mantapkan identitas kita sebagai guru dengan mengaplikasikan Pakem sebagai pembelajaran konvensional yang kita gandrungi. Sekian

pembelajaran Pakem

PAKEM adalah Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Disamping metodologi pembelajaran dengan nama atau sebutan “PAKEM”, muncul pula nama yang dikeluarkan di daerah Jawa Tengah dengan sebutan “PAIKEM Gembrot” dengan kepanjangan Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, Menyenangkan, Gembira dan Berbobot. Disamping itu melalui program Workstation P4TK-BMTI Bandung tahun 2007, di Jayapura muncul pula sebutan
“Pembelajaran MATOA” (diambil dari buah Matoa), kepanjangan Menyenangkan Atraktif Terukur Orang Aktif, yang artinya Pembelajaran yang menyenangkan, Guru dapat menyajikan dengan atraktif/menarik dengan hasil terukur sesuai yang diharapkan siswa(orang) belajar secara aktif .

Active Learning,

Proses belajar dapat dikatakan active learning dengan mengandung :

1. Komitmen (Keterlekatan pada tugas),
Berarti, materi, metode dan strategi pembelajaran bermanfaat untuk siswa(meaningful), sesuai dengan kebutuhan siswa (relevant) dan bersifat pribadi (personal)

2. Tanggung jawab (Responsibility),
Merupakan suatu proses belajar yang memberi wewenang pada siswa untuk krtitis, guru lebih banyak mendengar daripada bicara, menghormat ide-ide siswa, memberi pilihan dan memberi kesempatan pada siswa untuk memutuskan sendiri

3. Motivasi,
Motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dengan lebih mengembangkan motivasi intrinsik siswa agar proses belajar yang ditekuninya muncul berdasarkan, minat dan inisiatif sendiri, bukan karena dorongan lingkungan atau orang lain.
Motivasi belajar siswa akan meningkat karena ditunjang oleh pendekatan belajar yang dilakukan guru lebih dipusatkan kepada siswa (Student centred approach), guru tidak hanya menyuapi atau menuangkan dalam ember, tetapi menghidupkan api yang menerangi sekelilingnya, dan bersikap positif kepada siswa.
Active learning bisa dibangun oleh seorang guru yang gembira,tekun dan setia pada tugasnya, bertanggung jawab, motivator yang bijak, berpikir positif, terbuka pada ide baru dan saran dari siswa atau orang tuanya/masyarakat, tiap hari energinya untuk siswa supaya belajar kreatif, selalu membimbing, seorang pendengar yang baik, memahami kebutuhan siswa secara individual, dan mengikuti perkembangan pengetahuan.

Pembelajaran Kreatif
Pembelajaran kreatif adalah kemampuan untuk menciptakan, mengimajinasikan, melakukan inovasi, dan melakukan hal-hal yang artistik lainnya. Dikarakterkan dengan adanya keaslian dan hal yang baru. Dibentuk melalui suatu proses yang baru. Memiliki kemampuan untuk menciptakan. Dirancang untuk mesimulasikan imajinasi.
Kreatifitas adalah sebagai kemampuan (berdasarkan data dan informasi yang tersedia) untuk memberikan gagasan-gagasan baru dengan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, yang menekankan pada segi kuantitas, ketergantungan dan keragaman jawaban dan menerapkannya dalam pemecahan masalah.

Ciri-ciri Kepribadian Kreatif
Berdasarkan survei kepustakaan oleh Supriadi (1985) mengidentifikasi 24 ciri kepribadian kreatif yaitu: (1) terbuka terhadap pengalaman baru, (2) fleksibel dalam berfikir dan merespons; (3) bebas dalam menyatakan pendapat dan perasaan;(4)menghargai fantasi; (5) tertarik kepada kegiatan-kegiatan kreatif; (6) mempunyai pendapat sendiri dan tidak mudah terpengaruh oleh orang lain; (7) mempunyai rasa ingin tahu yang besar; (8) toleran terhadap perbedaan pendapat dan situasi yang tidak pasti; (9) berani mengambil risiko yang diperhitungkan; (10) percaya diri dan mandiri; (11) memiliki tanggung jawab dan komitmen kepada tugas; (12) tekun dan tidak mudah bosan; (13) tidak kehabisan akal dalam memecahkan masalah; (14) kaya akan inisiatif;
(15) peka terhadap situasi lingkungan; (16) lebih berorientasi ke masa kini dan masa depan dari pada masa lalu; (17) memiliki citra diri dan stabilitas emosional yang baik; (18) tertarik kepada hal-hal yang abstrak, kompleks, holistik dan mengandung teka-teki; (19) memiliki gagasan yang orisinal; (20) mempunyai minat yang luas; (21) menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat dan konstruktif bagi pengembangan diri; (22) kritis terhadap pendapat orang lain; (23) senang mengajukan pertanyaan yang baik; dan (24) memiliki kesadaran etik-moral dan estetik yang tinggi.

Sedangkan Kirton (1976) membedakan ciri kepribadian kreatif kedalam dua gaya berfikir : Adaptors dan innovators. Kedua gaya tersebut merupakan pendekatan dalam mengahadapi perubahan. Adaptors mencoba membuat sesuatu lebih baik, menggunakannya, ada yang menggunakan metode, nilai, kebijakan, dan prosedur. Mereka percaya pada standard dan konsesus yang diterima sebagai petunjuk dalam pengembangan dan implementasi ide-ide baru. Sedangkan innovators suka merekonstruksi masalah, berpikir .

Mencermati pandangan pertama, yang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan, maka yang dimaksud kemampuan di sini adalah kemampuan menggunakan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dilandasi oleh fakta dan informasi yang akurat dalam memecahkan atau mengatasi suatu masalah, dengan demikian kreativitas dalam pengertian kemampuan hanya mencakup dimensi kognitif. Ciri-ciri kreativitas tersebut belum sepenuhnya menjadi tolok ukur seseorang dapat disebut kreatif. Ciri lain yang harus dikembangkan yaitu ciri afektif menyangkut sikap dan perasaan seseorang, antara lain motivasi untuk berbuat sesuatu.

Penyajian Pembelajaran,
Penyajian dalam pembelajaran ini dapat dilakukan dengan, pemecahan masalah, curah pendapat, belajar dengan melakukan (learning by doing),menggunakan banyak metode yang disesuaikan dengan kontek, kerja kelompok.
Para siswa menyelesaikan permasalahan, menjawab pertanyaan-pertanyaan, memformulasikan pertanyaan-pertanyaan menurut mereka sendiri, mendiskusikan, menerangkan, melakukan debat, curah pendapat selama pelajaran di kelas, dan pembelajaran kerjasama, yaitu para siswa bekerja dalam tim untuk mengatasi permasalahan dan kerja proyek yang telah dikondisikan dan diyakini agar terjadi ketergantungan yang positif dan tanggung jawab individu yang mendalam.

Untuk keberhasilan dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, sebelumnya siswa dilatih cara konsentrasi, ketelitian, kesabaran, ketekunan, keuletan , peningkatan daya ingat serta belajar dengan metode bayangan. Disamping itu siswa dapat melakukan “SSN” (Senyum, Santai dan Nikmat) yang artinnya siswa dapat melakukan dengan senyum (dalam hati) berarti senang dalam proses kegiatan pembelajaran, Santai berarti siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran tidak tegang/stress serta siswa dapat menikmati kegiatan pembelajaran. Dengan proses tersebut akhirnya siswa dapat menguasai materi sesuai yang diharapkan dengan benar.
Latihan ini dapat dilakukan dengan berbagai macam cara atau dalam bentuk permainan (games), misalnya menghitung huruf “a” pada satu (lebih) paragrap dengan beberapa kalimat, latihan membayangkan diri sendiri

Disamping itu Guru harus selalu memberikan motivasi kepada semua siswa bahwa pelajaran tidak ada yang sulit, semua siswa akan mampu menguasai materi tersebut dengan baik. Hindarilah menakut-nakuti atau menyampaikan, bahwa pelajarannya sangat sulit, hal ini akan mengurangi motivasi siswa untuk belajar, seolah-olah kemampuan otaknya tidak mampu untuk menerimanya/seolah-olah otaknya tertutup untuk menerimanya, karena pelajaran sangat dipandang sulit.
Dan berbagai cara/metode permainan yang dapat bermanfaat bagi perkembangan kemampuan otak siswa.