Rabu, 13 Januari 2010

Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan

Dalam buku “Genius Learning Strategy” Andi Wira Gunawan menegaskan bahwa sesungguhnya tidak ada mata pelajaran yang membosankan, yang ada adalah guru yang membosankan, suasana belajar yang membosankan. Hal ini terjadi karena proses belajar berlangsung secara monoton dan merupakan proses perulangan dari itu ke itu juga tiada variasi. Proses belajar hanya merupakan proses penyampaian informasi satu arah, siswa terkesan pasif menerima materi pelajaran.

Pembelajaran Aktif

Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk mengalami sendiri, untuk berlatih, untuk berkegiatan sehingga baik dengan daya pikir, emosional dan keterampilannya mereka belajar dan berlatih. Pendidik adalah fasilitator, perancang suasana kelas demokratis, kedudukan pendidik adalah pembimbing dan pemberi arah, peserta didik merupakan obyek sekaligus subyek dan mereka bersama-sama saling mengisi kegiatan, belajar aktif dan kreatif. Disini dibutuhkan partisipasi aktif di kelas, bekerja keras dan mampu menghargainya, suasana demokratis, saling menghargai dengan kedudukan yang sama antar teman, serta kemandirian akademis.

Dr. Vernon A. Magnesen (1983) menegaskan bahwa persentase keberhasilan kita menyerap informasi dan menyimpannya dalam memori ketika belajar adalah :

- 10 % dari apa yang kita baca

- 20 % dari apa yang kita dengar

- 30 % dari apa yang kita lihat

- 50 % dari apa yang kita lihat dan dengar

- 70 % dari apa yang kita katakan

- 90 % dari apa yang kita katakan dan kerjakan.

Oleh sebab itu guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar baik secara mental, fisik maupun sosial.

PAKEM

PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.

  • Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar merupakan proses aktif dari si pembelajar (siswa) dalam membangun pengetahuannya. Siswa bukanlah gelas kosong yang pasif yang hanya menerima kucuran ceramah sang guru tentang pengetahuan/informasi.
  • Kreatif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus mampu menciptakan kegiatan belajar yang beragam serta mampu membuat alat bantu/media belajar sederhana yang dapat memudahkan pemahaman siswa. Kegiatan pembelajaran tidak musti dilakukan di dalam kelas secara klasikal, namun proses pembelajaran juga dapat dilakukan di luar kelas, belajar berkelompok, belajar secara kontekstual, bermain peran, dsb. Disamping itu siswa aktif pula bertanya, berdiskusi, mengemukan pendapat, merancang , membuat sesuatu, melalukan demonstrasi, membuat laporan, membuat refleksi, mempresentasikan pengetahuannya.
  • Efektif dimaksudkan selama proses pembelajaran berlangsung, terwujudnya ketercapaian tujuan pembelajaran. Siswa menguasai kompetensi dan ketrampilan yang ditargetkan kurikulum.
  • Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan dan nyaman. Siswa selaku subjek belajar tidak takut dimarahi jika ia salah, tidak takut ditertawakan jika ia keliru, tidak dianggap sepele, berani mencoba karena tidak takut salah.

Yang Perlu diperhatikan dalam melaksanan PAKEM:

  • Memahami sifat yang dimiliki anak

Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi. Kedua sifat ini merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Untuk itu kegiatan pembelajaran harus dirancang menjadi lahan yang subur bagi berkembangnya kedua sifat tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji siswa karena hasil karyanya, guru tidak menyepelekan dan mempermalukannya di depan siswa, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, guru mendorong dan memotivasi anak untuk melakukan percobaan, dsb merupakan pembelajaran yang subur dan tepat.

  • Mengenal anak secara perorangan

Siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan kemampuan berbeda. Perbedaan individual harus diperhatikan dan harus tercermin dalam KBM. Semua anak dalam kelas tidak harus selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya).

  • Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar

Siswa sejak masa kecilnya secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dengan berkelompok, akan memudahkan mereka berinteraksi dan bertukar pikiran.

  • Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah

Pada dasarnya hidup adalah memecahkan masalah, untuk itu diperlukan kemamapuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah, dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya sudah ada sejak anak terlahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya.

  • Mengembangkan ruangan kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik

Ruangan kelas yang menarik sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan di ruangan kelas, karena dapat memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik lagi dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Selain itu, hasil karya dapat menjadi rujukan ketika membahas suatu masalah serta sumber informasi.

  • Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar

Lingkungan (fisik, sosial, budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, serta objek belajar siswa.

  • Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar

Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan/kelebihan dari pada kelemahan siswa serta santun penyampaiannya tidak menimbulkan antipati. Guru harus konsisten memeriksa hasil kerja siswa dan memberi komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi perkembangan diri siswa daripada sekedar angka.

  • Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental

Dalam pembelajaran PAKEM, aktif mental lebih diinginkan dari pada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, mengemukakan gagasan, merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut, takut salah, takut ditertawakan, takut disepelekan, takut dimarahi jika salah. Guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datangnya dari guru itu sendiri maupun dari temannya.

Ciri Yang Menonjol pada PAKEM

Pertama, adanya sumber belajar yang beraneka ragam, dan tidak lagi mengandalkan buku sebagai satu-satunya sumber belajar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk lebih memperkaya pengalaman belajar peserta didik. Bukan semata-mata untuk menafikan sama sekali buku pelajaran sebagai salah satu sumber belajar peserta didik.

Kedua, sumber belajar yang beraneka ragam tersebut kemudian didesain skenario pembelajarannya dengan berbagai kegiatan.

Ketiga, hasil kegiatan belajar mengajar kemudian dipajang di tembok kelas, papan tulis, dan bahkan ditambah dengan tali rapiah di sana-sini. Pajangan tersebut merupakan hasil diskusi atau hasil karya siswa.pajangan hasil karya siswa menjadi satu ciri fisikal yang dapat kita amati dalam proses pembelajaran.

Keempat, kegiatan belajar mengajar bervariasi secara aktif, yang biasanya didominasi oleh kegiatan individual dalam beberapa menit, kegiatan berpasangan, dan kegiatan kelompok kecil antara empat sampai lima orang, untuk mengerjakan tugas-tugas yang telah disepakati bersama, dan salah seorang di antaranya menyampaikan (presentasi) hasil kegiatan mereka di depan kelas. Hasil kegiatan siswa itulah yang kemudian dipajang.

Kelima, dalam mengerjakan pelbagai tugas tersebut, para siswa, baik secara individual maupun secara kelompok, mencoba mengembangkan semaksimal mungkin kreativitasnya.

Keenam, dalam melaksanakan kegiatannya yang beraneka ragam itu, tampaklah antusiasme dan rasa senang siswa.

Ketujuh, pada akhir proses pembelajaran, semua siswa melakukan kegiatan dengan apa yang disebut sebagai refleksi, yakni menyampaikan (kebanyakan secara tertulis) kesan dan harapan mereka terhadap proses pembelajaran yang baru saja diikutinya.

Menciptakan Suasana Menyenangkan

1. Ciptakanlah lingkungan Relaks, yaitu lingkungan yang aman untuk melakukan kesalahan, namun memiliki harapan yang tinggi. Perlu disadari bahwa dalam belajar belum banyak kata “Aku Tahu” tetapi lebih banyak kata “Aku Belum Tahu”, maka wajar jika anak salah.

2. Subjek pelajaran adalah relevan

Anda ingin belajar ketika Anda Melihat Manfaat dan pentingnya subjek pelajaran itu

3. Belajar secara emosional adalah positif

Belajar dapat dilakukan bersama ketika ada humor, dorongan semangat, waktu rehat dan jeda teratur, dan dukungan antusias

4. Tantang Otak Anak

Otak akan suka hal yang bersifat; tidak masuk akal/ekstrem; Seksi; Penuh Warna; Multi Sensori (lebih satu panca indra); Lucu ; Melibatkan Emosi ; Tindakan Aktif; Gambar 3 dimensi atau Hidup; Menggunakan Asosiasi; Imajinasi; Simbol; Melibatkan Irama atau Musik ;Nomor dan urutan

5. Libatkan semua indera, otak kiri & kanan

Otak kiri memainkan peranan dalam pemrosesan logika, kata-kata, matematika, dan urutan, yang disebut pembelajar akademis. Otak kanan berurusan dengan irama, rima, musik, gambar, dan imajinasi, yang disebut dengan aktivitas kreatif

6. Konsolidasi bahan yg sudah dipelajari

Tinjau Ulang materi pelajaran dan Hubungkan dengan materi lain dan kehidupan nyata

MISKONSEPSI DAN MISAPLIKASI PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF EFEKTIF DAN MENYENANGKAN

Tulisan ini telah dimuat di Tabloid Aksara, Edisi Januari, Febuari, dan Maret 2009

Learning is not a spectator sport. Students do not learn much just by sitting in class, listening to teachers, memorizing prepackaged assignments, and spitting out answers. They must talk about what they are learning, write about it, relate it to past experiences, apply it to their daily lives. They must make what they learn part of themselves. Arthur W. Chickering & Zelda F. Gamson dalam “Seven Principles for Good Practice,” AAHE Bulletin 39: 3-7, March 1987

Pada saat ini hampir semua guru memahami pembelajaran seperti yang diungkapkan oleh Arthur dan Zelda di atas. Para guru memahami bahwa siswa tidak lagi diharuskan duduk manis di kelas, mendengarkan guru bercerita, dan menghapalkan sepaket hapalan untuk dijawab kembali ketika gurunya menanyakannya. Ini semua karena guru telah memahami bahwa belajar tidak lagi didefinisikan sebagai proses perubahan tingkah laku yang dilakukan oleh pengajar kepada pembelajar, karena stimulus-stimulus yang diberikan pengajar.

Pada saat ini belajar didefinisikan sebagai interaksi yang saling menguntungkan antara pengajar dan pembelajar dalam membangun pengetahuan. Oleh sebab itu, menurut pandangan ini Proses Belajar Mengajar (PBM) senantiasa melibatkan tiga unsur yaitu pembelajar, pengajar, dan materi subyek. Interaksi yang terjadi pada ketiga unsur PBM adalah ketergantungan yang saling menguntungkan dalam rangka mengkontruksi pengetahuan. Materi subyek merupakan rujukan dalam proses mengkonstruksi pengetahuan. Pengajar merujuknya untuk mengorganisasi dan mempresentasi pelajaran. Pembelajar merujuknya untuk memahami dan mengembangkan strategi belajar tertentu. Interaksi antara ketiga unsur digambarkan dalam model trilogue PBM seperti Gambar di bawah ini.




Mekanisme interaksi dimulai ketika pengajar sebagai narasumber memulai proses belajar mengajar dengan menginformasikan (informing), mengembangkan (elicting), dan mengarahkan (directing). Peran ini sejalan dengan upaya memudahkan pembelajar untuk mengakses materi subyek agar dipahami sebagai pengetahuan deklaratif (intelligible), dipahami sebagai pengetahuan prosedural (plausible), dan dipahami sebagai keterampilan intelektual (fruitfull) (Siregar, 1999). Akses terhadap materi subyek sejalan dengan kompleksitas yang dikandung materi subyek, yaitu sebagai konten, substansial, dan sintaktikal. Konten berfungsi sebagai unit dasar pengetahuan. Substansial berfungsi sebagai bangunan dari pengetahuan. Sintaktikal adalah keterampilan intelektual, yang berperan dalam membangun pengetahuan menggunakan hukum, aturan, teori, dan lain-lain untuk menjamin agar bangunan yang dihasilkan mempunyai dasar dan menjamin bangunan tersebut tidak terbantahkan.

Perubahan definisi belajar seperti diuraikan di atas, tidak lepas dari perubahan paradigma pembelajaran. Dahulu paradigma pembelajaran banyak dipengaruhi oleh pendapat Plato, John Locke, dan aliran behaviorisme. Pada saat ini, aliran konstruktivisme lebih banyak mempengaruhi paradigma pembelajaraan. Jika pada tahun 1980-1990, banyak pakar pendidikan yang masih sungkan menerima paradigma konstruktivisme, tetapi pada saat ini para pakar pendidikan sudah latah mengadopsi paradigma ini. Fenomena seperti ini oleh Thomas Khun disebut sebagai revolusi. Revolusi ini ditandai dengan runtuhnya paradigma lama berganti menjadi paradigma baru.

Konstrutivisme berawal dari aliran kognitifisme, oleh karena itu sering juga disebut konstruktivisme kognitif. Aliran inilah yang pertama kali menyatakan bahwa siswa (anak) adalah mahluk aktif, ia dapat mengkonstruk sendiri pengetahuan dari informasi-informasi yang didapatkannya atau dari pengalamannya. Salah satu pencetus dari aliran ini adalah Piaget, yang terkenal dengan teorinya bahwa konstruksi pengetahuan yang dilakukan oleh anak melalui fase perkembangan kognif. Fase perkembangan kognitif anak oleh Piaget dibagi menjadi empat, yaitu sensori motorik (0-2 tahun), pra operasional konkrit (3-6 tahun), operasional konkrit (7-12 tahun), dan operasional formal (> 12 tahun). Siswa usia sekolah dasar menurut Piaget berada pada fase operasional konkrit.

Konstruktivisme kemudian berkembang menjadi konstruktivisme sosial yang dimotori oleh Vygosky, dan konstruktivisme emosional yang dimotori oleh Kohlberg. Pengusung konstruktivisme kognitif pun bertebaran, diantaranya Ausable, dan Bruner.

Melalui paradigma konstruktivisme inilah lahir beragam model, strategi, dan pendekatan dalam pembelajaran seperti contextual learning (CTL), problem base learning (PBL), inquiry, active learning, cooperative learning, mathematics realistic, integrated learning, science, technology, and society, dan lain-lain. Semua model, strategi, dan pendekatan yang berbasis student center.

Pembelajaran berbasis student center, masuk ke Indonesia pada tahun 80-an dikenal dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) atau diistilahkan active learning. Tetapi kemudian CBSA ini mengalami banyak penolakan, bahkan menteri pendidikan nasional saait itu Fuad Hasan gusar bukan main ketika melihat penerapan CBSA dalam beberapa kunjungannya ke sekolah-sekolah, waktu itu Pak Fuad sendiri bilang, “Loh, kok kelas seperti pasar”. Prof. Dr. Ki Supriyoko, tokoh pendidikan Perguruan Taman Siswa Jogjakarta memelesetkan CBSA menjadi cah bodo sangsaya akeh (anak bodoh semakin banyak). Maka pada saat Djauzak Ahmad menjadi Direktur Pendidikan Dasar pada tahun 1991, beliau mengirim surat pada menteri pendidikan Fuad Hasan untuk menghentikan pelaksanaan CBSA.

Pada tahun 2004 melalui program Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) diperkenalkan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM). Bahkan melalui PP.19/2005 SNP Pasal 19 yang berbunyi “Proses pembelajaran: interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai bakat, minat, dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik“, PAKEM makin diperkuat keberadaan dan keharusannya untuk diterapakan guru.

PAKEM sendiri sebenarnya mempunyai ruh yang sama dengan CBSA yaitu pembelajaran aktif. Conny Semiawan sebagai pelopor CBSA pernah mengatakan bahwa ketidakberhasilan CBSA disebabkan oleh kurangnya pemaham guru-guru mengenai filosofi CBSA. Meski pun sudah ditatar, tapi para guru umumnya hanya memahami kulitnya. Siswa hanya diajar mengenal dan memahami, dan kurang diajar melaksanakan, menganalisis, dan mengevaluasi. Padahal. Inilah lapisan tertinggi berpikir yang dicoba dicapai lewat CBSA. Apakah nasib PAKEM akan seironis CBSA? Boleh jadi, jika terjadi lagi miskonspesi tentang pembelajaran aktif (active learning) atau pada PAKEM itu sendiri.

Miskonsepsi PAKEM

Pada kunjungan penulis ke sebuah sekolah terpadu di Kota Bogor, suasana ribut tampak di beberapa kelas, guru yang mengantarkan saya mengatakan, “Beginilah Bu, kelas-kelas disini selalu ribut dan ramai, karena kami menerapkan PAKEM”. Saya mencoba mengintip beberapa kelas, tampaklah suasana kelas gaduh dan tak teratur, ada banyak aktifitas yang dikerjakan anak di kelas, aneka game pun dilakukan oleh anak, ketika guru memberikan pertanyaan, siswa menjawab bahkan tak segan mendebat guru dengan cara berteriak-teriak. Saya mencoba bertanya pada guru apa yang mereka pahami dengan pembelajaran aktif, berikut ini adalah beberapa jawabnnya:

  • Pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kelompok
  • Pembelajaran yang tidak diberikan dengan metode ceramah
  • Pembelajaran yang disajikan lewat permainan/game yang menyenangkan
  • Siswa aktif guru hanya sebagai fasilitator

Ketika saya tanyakan pada para guru hal apa yang menjadi fokus untuk diaktifkan dalam pembelajaran aktif? Maka jawaban para guru pun bermacam-macam. Umumnya guru memfokuskan pembelajaran aktif pada aktifitas fisik yang bisa dilihat seperti berkelompok, tidak ceramah, menyajikan permainan, dan siswa tampak aktif, bahkan ada ungkapan yang penting siswa senang (joyfull).

Inilah yang disebut dengan miskonsepsi PAKEM yang berdampak pada misaplikasi PAKEM. Kelas yang ribut pun jadi indikator bahwa kelas sedang menerapkan PAKEM. Padahal esensi dari PAKEM bukan hanya kegiatan-kegiatan yang bersifat menyenangkan dengan memberikan berbagai macam game. PAKEM bukan hanya pembelajaran kelompok. PAKEM bukan masalah metode ceramah yang lebih jelek dari metode eksperimen. PAKEM juga bukan hanya memberikan serangkaian tugas mandiri pada siswa.

Hakekat PAKEM adalah bagaimana pengajar dapat mengaktifkan pengetahuan awal siswa, mengelaborasi pengetahuan tersebut, dan otak siswa pun akif mengkonstruksi pengetahuan. Jadi hakikat dari PAKEM adalah bagaimana otak siswa diaktifkan untuk membangun pengetahuan baik dengan metode ceramah, eksperimen, kooperatif, dan metode lainnya. Jadi ciri khas dari PAKEM adalah pengaktifan otak siswa melalui tiga langkah kegiatan, yaitu:

  1. Mengaktifkan pengetahuan lama
  2. Mengelaborasi pengetahuan lama menjadi baru
  3. Mengkonstruksi pengetahuan baru

Tiga tahap kegiatan inilah yang akan menghantarkan siswa tidak hanya mengenal dan memahami, tetapi mampu melaksanakan, menganalisis, dan mengevaluasi. Tiga hal inilah lapisan tertinggi berpikir yang bisa dicapai lewat tiga langkah kegiatan pengaktifan otak siswa.

Tiga langkah kegiatan itu pulalah yang merupakan filosofi dari pembelajaran aktif. Tiga langkah ini seiring dengan arahan guru dalam informing, eliciting, dan directing dan sejalan dengan apa yang diperoleh siswa yaitu intelligible, plausible, dan fruitfull. Jika setiap guru memahami tiga langkah tersebut, niscaya tidak akan terjadi lagi misaplikasi pembelajaran aktif.

Contoh aplikasi PAKEM dalam mata pelajaran sains

Contoh pembelajaran sains di kelas empat, topik “Bagian Tubuh Tumbuhan” di bawah ini, dapat menjadi gambaran bagi para guru dalam menerapkan PAKEM berdasarkan filosofi pembelajaran aktif. Contoh tiap langkahnya adalah sebagai berikut:

Mengaktifkan pengetahuan siswa: siswa diwajibkan membawa tanaman yang sehari-hari biasa dimasak ibunya, yang akar batang dan daunnya masih lengkap. Tanaman tersebut adalah daun bawang dan bayam. Siswa kemudian menggambar tanaman daun bawang dan bayam, dan mendeskripsikan bentuk akar, batang, dan daun masing-masing tanaman.

Pada tahap ini siswa diminta mengingat-ingat kembali bentuk akar dan daun yang pernah dipelajarinya di kelas dua. Pada pelajaran kelas dua mereka telah belajar istilah akar serabut, akar tunggang, tulang daun menyirip, dan tulang daun sejajar. Pada tahap ini informing yang dilakukan guru akan menghantarkan anak pada sebuah pengetahuan yang bersifat dekalaratif yang pernah mereka peroleh tentang bentuk akar yang menyirip dan serabut; bertulang daun menyirip dan sejajar, ber “vein” bercabang, serta bentuk daun seperti pita. Kognitif siswa dengan kegiatan informing di tlangkah pengaktifan pengetahuan awal memasuki tahap intelligible, yaitu mengenal dan mengingat kembali pengetahuan tersebut.

Mengelaborasi pengetahuan lama menjadi baru: Siswa secara berkelompok mengumpulkan 10 tanaman liar yang terdapat di sekitar sekolah. Kemudian dikelompokkan kesepuluh tanaman yang mereka temukan menjadi kelompok tanaman bayam dan daun bawang. Jika ciri-ciri yang mereka temukan dari sisi bentuk akar (serabut) dan bentuk daun (tulang daun menyirip dan ber”vein” bercabang), maka mereka memasukkan ke kelompok seperti tanaman bayam. Jika mereka menemukan tanaman yang berakar serabut, bertulang daun sejajar, dan daunnya berbentuk pita, maka mereka memasukkan ke kelompok seperti daun bawang.

Pada tahap ini eliciting yang dilakukan guru akan menghantarkan anak pada sebuah pengetahuan yang berkembang, yaitu ada dua jenis kelompok tanaman yang diistilahkan dengan dikotil dan monokotil. Dikotil seperti tanaman bayam berakar tunggang, tulang daunnya menyirip, serta “vein”nya bercabang. Monokotil seperti tanaman daun bawang berakar serabut, bertulang daun sejajar, serta daun berbentuk seperti pita. Siswa pun mengetahui sebuah prosedur (plausible), jika daun berbentuk pita dan bertulang daun sejajar tidak menonjol mempunyai akar serabut (seperti bawang daun), maka digolongkan pada monokotil. Sedangkan, jika daun yang bentuknya tidak seperti pita dengan tulang daun yang menonjol dan bercabang-cabang mempunyai akar tunggang, maka digolongkan pada dikotil.

Mengkonstruksi pengetahuan baru: Siswa menemukan kesimpulan hubungan bentuk daun dan akar. Dari kesimpulan ini pada akhirnya siswa dapat memperkitakan bentuk akar suatu tanaman dengan memperkirakan bentuk daunnya. Untuk menguji pemahaman siswa dalam menyimpulkan, maka siswa diajak jalan-jalan ke sekitar sekolah, melihat tanaman-tanaman yang ditanam di rumah-rumah dekat sekolah. Guru menunjuk sepuluh tanaman dan siswa memperkirakan bagaimana bentuk akarnya. Tindakan guru yang bersifat directing (mengarahkan) seperti ini dilakukan setelah siswa mencapai tahapan plausible. Dari kegiatan directing guru, kognitif siswa pun mengalami fase fruitfull.

Tiga langkah pembelajaran di atas pun memuat keterampilan proses sains. Ada tujuh keterampilan proses sains yang didapatkan oleh siswa dengan tiga langkah pembelajaran di atas, yaitu:

  1. Observasi: mengamati bentuk daun dan akar tanaman
  2. Bertanya: Apakah bentuk tulang daun menyirip dan ber”vein” bercabang-cabang selalu mempunyai akar tunggang? Apakah bentuk daun seperti pita dan tulang daun sejajar selalu mempunyai akar serabut?
  3. Eksplorasi/testing: siswa mencari beragam tanaman liar dan membuktikan hipotesanya: Apakah benar bentuk tulang daun menyirip dan ber”vein” bercabang-cabang selalu mempunyai akar tunggang? Apakah benar bentuk daun seperti pita dan tulang daun sejajar selalu mempunyai akar serabut?
  4. Mengelompokkan: siswa mengelompokkan tanaman liar di sekitar sekolah ke dalam dua kelompok, yaitu kelompok bayam (dikotil) dan daun bawang (monokotil)
  5. Menyimpulkan: siswa menyimpulkan bahwa tumbuhan bertulang daun menyirip dan punya “vein” bercabang-cabang akan memiliki akar tunggang, dan berdaun seperti pita atau bertulang daun sejajar akan memiliki akar serabut.
  6. Memprediksi/inferensi: Ketika siswa menemukan sebuah daun, maka ia bisa memperkirakan bentuk akarnya.
  7. Melaporkan dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukan siswa pada siswa lainnya dan guru.

Pada contoh pembelajaran di atas tampak secara filosofi, epistimologi, dan aksiologi pembelajaran aktif telah mampu diejawantahkan dengan baik. Pada contoh pembelajaran sains di atas pun tampak bahwa hal yang paling dominan dalam pembelajaran aktif bukan fisiknya yang aktif tetapi otak dan keterampilannya lah yang aktif. Oleh karena itu aksiologi dari pembelajaran aktif adalah mengaktifkan minds on (otak) dan hands on (keterampilan). Indikator kelas yang bersifat PAKEM pun tidak lagi dilihat dari sisi berkelompok, menyenangkan (joyfull), dan keributan/kegaduhan akibat guru memberikan game/permainan tetapi haruslah dilihat dari sisi minds on and hands on activity.

PAKEM (PEMBELAJARAN AKTIF KREATIF EFEKTIF dan MENYENANGKAN0

PAKEM (Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan)

Awal mula kata-kata PAKEM dikembangkan dari istilah AJEL (Active Joyfull and Efective Learning). Untuk pertama kali di Indonesia pada tahun 1999 dikenal dengan istilah PEAM (Pembelajaran Efektif, Aktif dan Menyenangkan).

active learning

active learning

Namun seiring dengan perkembangan MBS di Indonesia pada tahun 2002 istilah PEAM diganti menjadi PAKEM, yaitu kependekan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan.
Namun demikian jika dicermati dalam modul-modul pelatihan PAKEM, landasan-landasan teori yang digunakan di dalamnya pada hakekatnya adalah mengambil dari teori-teori tentang active learning atau pembelajaran aktif.
Pendekatan belajar siswa aktif sebenarnya sudah sejak lama dikembangkan. Konsep ini didasari pada keyakinan bahwa hakekat belajar adalah proses membangun makna/pemahaman, oleh si pembelajar, terhadap pengalaman dan informasi yang disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan yang dimiliki) dan perasaannya. Dengan demikian siswalah yang harus aktif untuk mencari informasi, pengalaman maupun keterampilan dalam rangka membangun sebuah makna dari hasil proses pembelajaran.
Pengertian pembelajaran aktif sedikit membingungkan. Hal tersebut dikarenakan setiap orang memberikan pengertian yang berbeda-beda. Terlebih jika melihat hakekat belajar sebagaimana disebutkan di atas yaitu proses membangun makna oleh si pembelajar. Jadi mustahil siswa dikatakan belajar tetapi dia pasif sama sekali.
Barangkali istilah pembelajaran aktif di sini lebih tepat merupakan lawan dari pembelajaran konvensional. Pada pembelajaran konvensional gurulah yang mendominasi semenatara pada pembelajaran aktif siswalah yang lebih banyak melakukan aktivitas belajar. Kedua pendekatan pembelajaran masih tetap ada keaktifan siswa, namun dalam kadar yang berbeda. Secara kuantitatif depdiknas pernah menetapkan dengan perbandingan 30% : 70%. Jika pendekatan konvensional (implementasi kurikulum 1994 dan sebelumnya) teknik pembelajarannya adalah 70% guru ceramah dan 30% siswa aktif melakukan kegiatan. Sedangkan pada pembelajaran aktif (imlementasi dari kurikulum 2006) teknik pembelajaran dilakukan dengan 70% siswa yang aktif melakukan kegiatan dan guru hanya 30% saja.
Pembelajaran aktif adalah suatu istilah yang memayungi beberapa model pembelajaran yang memfokuskan tanggung jawab proses pembelajaran pada si pelajar. Bonwell dan Eison ( 1991) mempopulerkan pendekatan ini ke dalam pembelajaran. Istilah active learning ini sudah dikenal pada tahun 1980-an. Kemudian pada tahun 1990-an Association for the Study of Higher Education (ASHE) memberikan laporan yang lebih lengkap tentang active learning. Dalam laporannya tersebut mereka telah mendiskusikan berbagai metode pembelajaran untuk memperkenalkan aktive learning.
Berikut pandangan dari para ahli mengenai kegiatan, siswa, dan lingkungan belajar active learning yang dipaparkan oleh Missouri Department of Elementary and Secondary Education Missouri Department of Elementary and Secondary Education dalam http://schoolweb.missouri.edu/stoutland/elementary/active_learning.htm, sebagai berikut:


a. Silberman, M (1996) menggambarkan saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka belajar. belajar aktif adalah mempelajari dengan cepat, menyenangkan, penuh semangat, dan keterlibatan secara pribadi…untuk mempelajari sesuatu dengan baik, harus mendengar, melihat, menjawab pertanyaan, dan mendiskusikannya dengan orang lain. Semua itu diperlukan oleh siswa untuk melakukan kegiatan – menggambarkannya sendiri, mencontohkan, mencoba keterampilan, dan melaksanakan tugas sesuai dengan pengetahuan yang telah mereka miliki.
b. Glasgow (1996) siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam memutuskan apa dan bagaimana mereka harus mengetahui, apa yang harus mereka lakukan, dan bagaimana mereka akan melakukan itu. Peran mereka kemudian semakin luas untuk self-management, dan memotivasi diri untuk menjadi suatu kekuatan lebih besar di yang dimiliki siswa.
c. Modell dan Michael (1993) Menggambarkan suatu lingkungan belajar aktif adalah lingkungan belajar di mana para siswa secara individu didukung untuk terlibat aktif dalam proses membangun model mentalnya sendiri dari informasi yang telah mereka peroleh.
d. UC Davis TAC Handbook, Active Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang melibatkan siswa untuk menjadi guru bagi mereka sendiri. Active learning adalah suatu pendekatan bukan metode.
Menurut Joel Wein (1997:1) mendefinisikan active learning adalah nama suatu pendekatan untuk mendidik para siswa dengan memberikan peran yang lebih aktip di dalam proses pembelajaran. unsur umum di dalam pendekatan ini adalah bahwa guru dipindahkan peran kedudukannya dari yang paling berperan depan suatu kelas dan mempresentasikan materia pelajaran; menjadi para siswa lah yang berada pada posisi pengajaran diri mereka sendiri, dan guru diubah menjadi seorang pelatih dan penolong di dalam proses itu.
Akhirnya pada tahun 2004 sebagaimana dikatakan oleh Mayer (2004) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one strategi seperti “active learning” sudah berkembang luas hampir pada semua kelompok teori yang mengenalkan tentang pembelajaran yang mana siswa dapat menemukan sendiri. Bruner pada tahun 1961 pernah menjelaskan bahwa asalkan siswa sudah terlibat dalam proses pembelajaran, kemudian dapat mengingat kembali informasi yang telah diberikan sebelumnya, itu sudah dikatakan siswa aktif. Tetapi penjelasan itu ditentang oleh Mayer (2004); Kirschner, Sweller, and Clark, (2006) yang pada intinya mengatakan bahwa aktif menjelaskan bahwa siswa aktif tidak hanya sekedar hadir di kelas, menghafalkan dan akhirnya mengerjakan soal-soal di akhir pelajaran. Siswa harus terlibat aktif baik secara fisik maupun mental. Siswa semestinya juga aktif melakukan praktik dalam proses pembelajaran.
Bonwell dan Eison (1991) dalam wikipedia di http://en.wikipedia.org/wiki/active_learning#column-one memberikan beberapa contoh pembelajaran aktif seperti pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan singkat dan sebagainya. Disarankan agar guru menjadi pemandu sepanjang tahap awal pembelajaran, kemudian biarkan anak melakukan praktik keterampilan baru kemudian memberikan informasi-informasi baru yang belum diketahui siswa selama pembelajaran. Disarankan penggunaan active learning pada saat siswa telah mengenal materi sebelumnya, dan mereka telah memiliki suatu pemahaman yang baik manyangkut materi sebelumnya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa active learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran (mencari informasi, mengolah informasi, dan menyimpulkannya untuk kemudian diterapkan/ dipraktikkan) dengan menyediakan lingkungan belajar yang membuat siswa tidak tertekan dan senang melaksanakan kegiatan belajar.
PAKEM dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si siswa dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakekat belajar (Sediono, dkk. 2003: 34).
Pembelajaran Kreatif yaitu pembelajaran yang mendorong siswa untuk melakukan proses pembelajaran yang kreatif. Jerry Wennstrom (2005) mengatakan proses kreatif adalah suatu format explorasi yang berbeda dari yang lain, yaitu proses yang dihubungkan dalam pengalaman hidup dan bukan merupakan suatu model umum. Proses pembelajaran yang kreatif adalah adalah suatu tindakan untuk penemuan terus menerus, penggalian yang mendalam dengan hati, pikiran dan semangat untuk mendapatkan keindahan dan pengalaman baru yang dapat ia rasakan (http://www.handsofalchemy.com). Menurut Jerry Wennstrom ini, proses belajar dikatakan kreatif bukan dilihat dari orang lain, namun lebih dilihat dari si-pelaku belajar sendiri. Dalam proses belajar apakah siswa telah menggunakan seluruh kemampuannya untuk memperoleh keindahan dan pengalaman baru. Keindahan dan pengalaman baru tersebut hanya bisa dirasakan oleh siswa itu sendiri. Dengan demikian proses kreatif antara siswa yang satu dengan yang lainnya berada pada takaran yang berbeda-beda.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa PAKEM adalah akronim dari Pembelajaran yang Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa.
Menyenangkan adalah suasana belajar mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya (time on task) tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti menaingkatkan hasil belajar. Seperti dikatakan oleh Muhhammad Rasyid Dimas bahwa memetik senar kegembiraan pada anak akan memunculkan keriangan dan vitalitas dalam jiwanya. Hal itu juga akan menjadikan si anak selalu siap untuk menerima perintah, peringatan, atau bimbingan apapun. Menabur kegembiraan dan keceriaan pada anak akan membuatnya mampu mengaktualisasikan kemampuannya dalam bentuk yang sempurna (Tate Qomaruddin. 2005:19).
Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup bila proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa. Pembelajaran yang menyenangkan ditandai dengan besarnya perhatian siswa terhadap tugas sehingga hasil belajar (tujuan pembelajaran) meningkat. Selain itu dalam jangka panjang diharapkan siswa menjadi senang belajar untuk menciptakan sikap belajar mandiri sepanjang hayat (life long learn).
Secara garis besar PAKEM dapat digambarkan sebagai berikut:

PAKEM

PAKEM tidak hanya berlaku bagi siswa, namun juga dari sisi guru. Aktif dari sisi guru antara lain dengan: memantau kegiatan belajar siswa, memberi umpan balik, mengajukan pertanyaan yang menantang dan mempertanyakan gagasan siswa. Kreatif dari sisi guru dapat dilihat dari kegiatan yang dikembangkan cukup beragam dan pengembangan berbagai alat bantu pembelajaran (alat peraga). Efektif adalah bahwa pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sedangkan menyenangkan dalam arti guru harus mengkondisikan anak untuk tidak takut salah, takut ditertawakan atau dianggap remeh.
Dari sisi siswa, aktif akan kelihatan dari aktivitasnya untuk bertanya, mengemukakan gagasan, dan mempertanyakan gagasan orang lain dan gagasannya. Kreatif adalah siswa dapat merancang / membuat sesuatu dan menulis / mengarang. Efektif mempunyai makna bahwa siswa dan menguasai keterampilan yang diperlukan. Sedangkan menyenangkan adalah pembelajaran yang membuat anak berani mencoba, berani bertanya, berani mengemukakan pendapat/ gagasan dan berani mempertanyakan gagasan orang lain.
a. Ciri-ciri PAKEM
Ciri-ciri PAKEM secara singkat digambarkan dalam buku pelatihan awal program MBS kerja sama Pemerintah Indonesia dengan UNESCO dan UNICEF (2003: 3-4) adalah sebagai berikut:
1) Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat (learning to do).
2) Guru menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan dan cocok bagi siswa.
3) Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan ajar yang lebih menarik dan menyediakan “pojok baca”.
4) Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk belajar kelompok.
5) Guru mendorong siswa untuk menemukan cara sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkan siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.

dikutip dari tulisan sunartombs